Tersebutlah Hesti, dan suaminya Aldo (keduanya bukan nama sesungguhnya), yang kisah cintanya saya tuliskan di sini. Kebetulan keduanya teman kuliah saya, sehingga saya banyak mengetahui liku-liku perjuangan Aldo hingga akhirnya mampu mempersunting Hesti.
Ya, pada awalnya Aldo ibarat bertepuk sebelah tangan. Tapi, ini sudah diprediksi oleh teman-teman kuliahnya, termasuk saya. Soalnya, Aldo terlalu pede. Padahal, dilihat dari penampilan, nyata sekali Aldo tidak seimbang dengan Hesti. Mungkin Aldo dua atau tiga tingkat di bawah Hesti.
Betapa tidak. Hesti itu kembang kampus. Indikator cantik versi bintang iklan atau bintang film, ada semua pada diri Hesti. Ia tinggi semampai, kulit putih, dan tingkah lakunya juga baik, sehingga banyak sekali cowok yang mengincarnya.
Tapi, Hesti bukan tipe cewek yang ingin memanfaatkan kecantikannya, katakanlah misalnya untuk sering ditraktir cowok atau agar nilai kuliahnya dari dosen laki-laki dapat nilai A.
Hesti cenderung dingin, terutama kepada cowok yang mulai mengarah ingin membina hubungan serius seperti terikat dalam berpacaran. Akhirnya, satu persatu, cowok-cowok pun mundur teratur, kecuali Aldo.
Melihat Aldo yang "tidak tahu diri", salah seorang teman, sebut saja namanya Indra, sempat keceplosan ngomong di depan Aldo. Intinya, Indra mengatakan silakan potong jempolnya, bila Aldo berhasil menggaet Hesti.
Tentu Indra sudah menggunakan logikanya. Kalau ia saja yang lebih cakep dari Aldo, sudah ditolak Hesti, apalagi Aldo yang sedikit lebih pendek dari Hesti dan kulitnya, mohon maaf, berwarna gelap (sama seperti saya, he he).Â
Aldo juga bukan anak pintar, kalau ujian sering nyontek ke teman yang lebih pintar. Satu-satunya keunggulan Aldo adalah kenekatannya dan gigih dalam berjuang. Hal ini terbukti, Aldo berhasil berbisnis kecil-kecilan sambil kuliah, sehingga ia punya uang jajan yang cukup, meskipun ayahnya sudah meninggal dan ibunya tidak punya pekerjaan.
Sedangkan Hesti sendiri, kepada salah seorang temannya sudah mengatakan ia tidak akan mau kalau diajak pacaran oleh Aldo. Alasannya bukan karena tampang Aldo yang pas-pasan, tapi karena Aldo suka ngomong ngelantur.
Ringkas kata, sampai kedua teman saya itu lulus kuliah dan wisuda, Aldo masih belum berhasil meningkatkan status hubungannya dengan Hesti, masih tetap sebagai teman biasa.
Aldo kemudian bekerja sebagai pegawai negeri di Jakarta, sedangkan Hesti menjadi karyawati sebuah perusahaan swasta di Pekanbaru, Riau. Namun, kemudian Hesti juga hijrah ke Jakarta, berhasil menjadi seorang pegawai negeri, tapi di instansi yang berbeda dengan Aldo.
Entah kenapa, sudah silih berganti pria yang datang bermaksud meminang Hesti, ia masih belum membuka hatinya. Tahu-tahu usia Hesti sudah 29 tahun, yang menurut keluarganya sudah "lampu kuning", bila lewat setahun lagi, Hesti bisa jadi makin sulit mendapatkan jodoh.
Nah, dalam situasi seperti itu, Aldo yang juga sudah didesak keluarganya untuk mencari istri, memperlihatkan ketangguhannya. Sebetulnya, Aldo oleh ibunya akan dijodohkan dengan seorang dokter, katanya si dokter sudah mau, namun Aldo masih berharap bisa menggaet Hesti.
Jadi, keduanya, baik Aldo maupun Hesti, sudah diultimatum, diberi waktu satu tahun untuk mendapatkan jodoh. Aldo mulai agresif, rajin menyambangi Hesti yang tinggal bersama tantenya di Jakarta Selatan. Selain itu, Aldo juga mendekati beberapa orang famili Hesti, menyampaikan keseriusannya untuk mempersunting Hesti.
Mungkin karena melihat perjuangan Aldo yang luar biasa, sekaligus menggambarkan bahwa ia memang sangat mencintai Hesti, Hesti pun luluh dan bersedia dinikahi Aldo. Atau, apakah karena terdesak waktu, Hesti tidak lagi berpikir susuai logika?
Justru, menurut saya, Hesti telah berani mengambil keputusan yang rasional. Ketika orang yang kita cintai belum juga bertemu, maka terimalah orang yang sangat mencintai kita, yang mau berkorban demi kita.
Ketika akhirnya, Aldo dan Hesti bersanding di pelaminan, teman-teman kuliahnya datang ke resepsinya. Indra menyatakan salutnya pada Aldo, tapi tak mau jempolnya dipotong.Â
O ya, hingga sekarang pasangan Aldo-Hesti masih akur-akur saja. Mereka telah mengarungi bahtera rumah tangga selama 30 tahun, dengan dua anak dan seorang cucu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H