Bayangkan, kalau suasana seperti itu berlangsung berbulan-bulan, siapa yang tahan? Sebagian besar karyawan akan tetap bertahan, sambil berdoa atasannya cepat dipindahkan oleh direksi. Sebagian lagi yang tidak tahan, akan mengirim pesan ke nomor direksi seperti kisah di atas.
Kenapa mereka bertahan? Karena mereka membutuhkan penghasilan bulanan agar dapur di rumah tetap ngebul. Tapi, biasanya ada saja segelintir orang yang betul-betul tidak tahan, lalu memilih resign, dengan segala konsekuensinya, termasuk menjadi pengangguran.
Menurut saya, dalam menghadapi bos yang otoriter, para karyawan harus kompak. Utus saja beberapa karyawan yang dinilai pintar bernegosiasi untuk menghadap si atasan, dan menyampaikan uneg-uneg para karyawan.
Jika cara tersebut tidak membuahkan hasil, tak ada salahnya mengadu kepada direksi. Masih tak berhasil? Mogok massal menjadi senjata pamungkas. Pokoknya, bos yang otoriter di masa rata-rata tingkat pendidikan karyawan sudah semakin tinggi, sudah tidak cocok lagi, makanya perlu "dilawan", tapi dengan cara yang santun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H