Di lain pihak, sebetulnya juga banyak WNA yang sudah lama tinggal di Indonesia, kemudian tertarik untuk menjadi WNI. Bukan saja para pemain sepak bola yang dinaturalisasi, artis blasteran, atau karena dapat jodoh orang Indonesia, tapi ada yang karena "jatuh cinta" dengan Indonesia.
Contohnya Franz Magnis, warga Jerman yang datang ke Indonesia saat berusia 25 tahun pada tahun 1961. Sejak tahun 1977, ia menjadi WNI dan menambahkan nama Suseno di belakang nama lamanya. Ia seorang cendekiawan yang mendalami filsafat dan budaya Jawa dan pada tahun 2015 dianugerahi Bintang Mahaputera Utama.
Franz bisa dikataka lebih "Indonesia" dari orang Indonesia, dan mungkin masih ada contoh lain yang tidak banyak diberitakan media massa. Artinya, fenomena berpindah kewarganegaraan, sebetulnya bukan hal baru, dan juga bukan tabu. Tapi, bagi yang tertarik, pikirkan matang-matang agar nantinya tidak plin-plan.
Tapi, sekali lagi, kembali ke kasus di NTT, untuk menjadi pejabat publik di negara kita, tentu ketentuan yang berlaku harus dipatuhi. Inilah pelajaran berharga bagi KPU, Bawaslu, juga pihak lain yang berkaitan dengan pilkada, termasuk pula pihak yang berkaitan dengan penerbitan KTP Elektronik, harus lebih hati-hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H