Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Bukan Duri dan Tulang, Ada 7 Hal yang Bikin Selera Makan Hilang

11 Februari 2021   12:50 Diperbarui: 11 Februari 2021   17:33 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makan di restoran mewah, sekiranya lagi punya uang, dan asumsinya tidak di masa pandemi, tentu harapannya akan mendatangkan rasa nikmat dalam suasana yang nyaman. Tapi, belum tentu tidak ada gangguan pada makanan yang kita pesan, yang menyebabkan hilangnya selera makan.

Jadi, status sebagai restoran mewah, bukan jaminan tidak ada gangguan. Kalau gangguan tersebut karena pada makanan terdapat duri dan tulang, meskipun menjengkelkan, masih bisa dimaklumi. Tinggal kita sebagai konsumen yang berhati-hati dalam melahap makanan yang disajikan.

Tapi, ada gangguan lain yang tidak kita duga, atau mungkin di tempat makan kelas "amigos" (agak minggir got sedikit), hal ini sudah lazim, ternyata sesekali  bisa juga terjadi di restoran mewah. Paling tidak, ada tujuh gangguan, yakni seperti ditulis di bawah ini:

Pertama, terdapat semut, baik dalam keadaan mati atau hidup, dalam makanan. Jika mati, tentu kesalahan terjadi saat proses memasak. Kalau semut hidup, mungkin saat penyimpanan makanan atau saat penyajian, tempatnya kurang bersih.

Kedua, yang lebih parah dari semut, yang bisa "membunuh" selera adalah kalau terdapat lalat atau lalar yang hinggap di makanan. Jika makanan tersebut bersifat padat, bisa secuil makanan yang bekas dihinggapi lalat, dibuang. Namun, jika lalar mati dalam semangkok makanan berkuah, ini betul-betul membuat pelanggan tidak mau lagi memakannya.

Celakanya, jika si lalat mati itu ditemukan setelah menyantap makanan beberapa sendok. Mungkin tidak akan berdampak pada kesehatan tubuh, hanya secara psikologis membuat tidak nyaman. Kepikiran terus sama pelanggan, tapi tak mungkin lagi dimuntahkan.

Penemuan lalat ini biasanya menjadi sumber complain dari pelanggan terhadap pihak restoran. Lazim juga pihak restoran mengganti dengan makanan baru, walaupun si konsumen memang tidak bergairah lagi untuk menyantapnya.

Akan menjadi hal yang menakutkan bagi pihak restoran, kalau konsumen menuliskannya di media sosial. Pelanggan setia lainnya yang membaca tulisan di media sosial tersebut, bisa-bisa tidak mau lagi berkunjung ke restoran dimaksud.

Ketiga, ada lagi yang lumayan mengganggu, yakni ditemukan sehelai rambut atau alis mata di dalam makanan. Karena saking halusnya, biasanya bukan mata pelanggan yang menemukan rambut, tapi lidahnya. Jadi, ketika mengunyah, akan terasa ada yang mengganjal di lidah, baru ketahuan ada sehelai rambut.

Keempat, yang menjengkelkan, lagi enak-enaknya mengunyah makanan, tiba-tiba dari dalam mulut muncul bunyi "krak..krak". O, rupanya ada batu kecil yang ikut terkunyah. Jengkelnya, pelanggan terpaksa mencari wastafel untuk berkumur-kumur dan membuang makanan dari dalam mulut.

Kelima, ada jepretan, klip, atau anak staples yang ikut-ikutan masuk dalam wadah tempat makan. Kalau makan langsung di restoran, hal ini jarang terjadi. Namun, bila makanan dipesan untuk dibawa pulang, dan konsumen tidak hati-hati membuka bungkusan makanan, bisa saja anak staples ikut masuk mulut. Tentu ini murni kesalahan konsumen.

Keenam, keringat tukang buat makanan, ini memang tidak terjadi pada restoran besar. Tapi, pada tempat makan kelas bawah, bila kebetulan konsumen melihat langsung proses pembuatannya. Contohnya, tukang ulek saat menggiling kuah kacang untuk rujak, sate, gado-gado, dan sebagainya, keringatnya bercucuran, di antaranya beberapa tetes masuk ke kuah kacang yang lagi dibuat.

Ketujuh, cipratan ludah saat si pelayan meletakkan hidangan sambil ngomong "silakan" kepada pelanggannya (si pelayan tidak memakai masker, karena asumsinya bukan di masa pandemi). Jika pelanggan tidak melihat cipratan (sekarang disebut droplet) tersebut, tidak jadi masalah. Namun, kalau melihat, ya, selera makan langsung drop.

Mungkin masih ada contoh lain lagi, tapi dengan tujuh hal di atas, sudah cukup untuk menggambarkan, betapapun enaknya makanan, jika ada hal kecil yang mengganggu, akibatnya fatal. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Jelaslah, bagi pelaku usaha kuliner, memastikan bahwa makanan diproses dengan benar, termasuk pada aspek kebersihan dan keselamatan bagi konsumen, merupakan hal yang tak dapat ditawar-tawar.

Soal kebersihan dan potensi adanya benda yang mengganggu dan menghilangkan selera makan pelanggan, harus dicegah sejak memilih bahan yang akan dimasak, saat memasak, sampai saat menyajikan kepada pelanggan.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun