Keenam, keringat tukang buat makanan, ini memang tidak terjadi pada restoran besar. Tapi, pada tempat makan kelas bawah, bila kebetulan konsumen melihat langsung proses pembuatannya. Contohnya, tukang ulek saat menggiling kuah kacang untuk rujak, sate, gado-gado, dan sebagainya, keringatnya bercucuran, di antaranya beberapa tetes masuk ke kuah kacang yang lagi dibuat.
Ketujuh, cipratan ludah saat si pelayan meletakkan hidangan sambil ngomong "silakan" kepada pelanggannya (si pelayan tidak memakai masker, karena asumsinya bukan di masa pandemi). Jika pelanggan tidak melihat cipratan (sekarang disebut droplet) tersebut, tidak jadi masalah. Namun, kalau melihat, ya, selera makan langsung drop.
Mungkin masih ada contoh lain lagi, tapi dengan tujuh hal di atas, sudah cukup untuk menggambarkan, betapapun enaknya makanan, jika ada hal kecil yang mengganggu, akibatnya fatal. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Jelaslah, bagi pelaku usaha kuliner, memastikan bahwa makanan diproses dengan benar, termasuk pada aspek kebersihan dan keselamatan bagi konsumen, merupakan hal yang tak dapat ditawar-tawar.
Soal kebersihan dan potensi adanya benda yang mengganggu dan menghilangkan selera makan pelanggan, harus dicegah sejak memilih bahan yang akan dimasak, saat memasak, sampai saat menyajikan kepada pelanggan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H