Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Tiga Tipe Putus Cinta, Tak Semuanya Lebih Sakit dari Sakit Gigi

10 Januari 2021   10:00 Diperbarui: 10 Januari 2021   10:23 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah kasih tak sampai tersebut membuat merana pasangan yang dimabuk cinta itu tadi. Yang menikah secara paksa dengan orang lain akan membiarkan tubuhnya dijamah suami resminya, tapi batinnya masih untuk kekasih hatinya. Sedangkan pihak yang ditinggalkan akan merasakan patah hati yang amat sangat. Keduanya bisa mengalami depresi.

Ketiga, ini soal cinta yang tidak seimbang, ketika putus cinta merupakan keputusan sepihak yang sebetulnya tidak diharapkan oleh pihak yang satunya lagi. Artinya, yang satu happy, yang satu lagi terpuruk luar biasa.

Contohnya, seseorang yang telah bosan menikmati tubuh pasangannya atau telah banyak menghabiskan uang pasangannya, kemudian mencari-cari alasan, lalu memutuskan hubungan secara sepihak. Termasuk pula dalam jenis ini putus cinta karena salah satu pihak berselingkuh atau meninggalkan pasangannya begitu saja.

Sebetulnya, hubungan yang tidak seimbang tidak semuanya buruk, bila keduanya betul-betul tulus saling mencintai. Seorang cewek yang sangat cantik menjalin hubungan dengan cowok berwajah pasaran, bisa langgeng, bila memang tulus. Si cowok bahagia dapat yang cakep, si cewek juga bahagia dapat yang jujur dan setia.

Akan jadi masalah bila yang satu hanya memanfaatkan, padahal sebetulnya tidak mencintai dengan tulus. Sedangkan, yang satunya lagi hanya dimanfaatkan tanpa disadarinya, karena cintanya demikian buta. Di sinilah letak ketidakseimbangannya dan merupakan contoh hubungan yang tidak sehat.

Tak bisa lain, pihak yang dimanfaatkan harusnya cepat tersadar. Harusnya salah satu pihak segera memikirkan ulang hubungannya bila ia saja yang mengebu-gebu, sementara pasangannya biasa-biasa saja atau justru terlalu manis untuk menyembunyikan kepalsuannya.

Bisa pula salah satu pihak hanya menganggap hubungan pacaran sebagai ajang bermain-main, sebagai objek hiburan. Nah, yang dijadikan objek, segeralah sadar. Bila tidak punya keyakinan hubungannya akan berlangsung sehat, lebih baik mundur. Lebih dahulu memutuskan hubungan, lebih baik daripada nanti kecewa berat.

Kesimpulannya, putus cinta itu ada yang dikehendaki keduanya (ini yang mungkin tidak lebih sakit dari sakit gigi, kalau memang ada juga yang memaksa membandingkan), ada yang sangat menyakitkan bagi keduanya, dan ada yang menyakitkan bagi salah satu pihak saja.

dok. fimela.com
dok. fimela.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun