Pada hari Rabu (13/1/2021) kemarin, berita di media massa mulai beralih dari soal bencana pesawat Sriwijaya Air ke berita dimulainya pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di tanah air, yang ditandai dengan suntikan vaksin dari tim dokter kepresidenan kepada Presiden Jokowi.
Setelah itu, Panglima TNI, Kapolri, Menteri Kesehatan, pimpinan ormas, hingga wakil selebriti seperti Raffi Ahmad, juga menerima suntikan vaksin. Dengan demikian, seharusnya tidak ada lagi keraguan bagi masyarakat tentang pentingnya vaksinansi untuk memutus mata rantai pandemi Covid-19 di negara kita.Â
Pun soal kehalalannya, sudah dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, Sekjen MUI yang sekaligus sebagai wakil dari Muhammadiyah, ikut divaksin, demikian pula salah seorang pimpinan Nahdlatul Ulama (NU).
Menyimak berita tersebut, terutama bagi yang menyaksikan siaran langsung melalui layar kaca, rasanya bisa membangkitkan rasa optimis yang ditularkan oleh komentar positif para pejabat yang divaksin menjawab pertanyaan reporter televisi.
Ironisnya, tanpa banyak mendapat liputan media massa, pada sore Rabu tersebut, beberapa jam setelah Presiden Jokowi divaksin, ada berita yang kontradiktif. Jika rekor penambahan harian pasien Covid-19 secara nasional sebelumnya di angka 10.617 kasus, sekarang rekor tersebut pecah lagi menjadi 11.278 kasus yang tercatat pada 24 jam terakhir per tanggal 13 Januari 2021.
Sebagai provinsi yang paling banyak menyumbangkan warganya yang terpapar Covid-19, pemecahan rekor itu juga terjadi di Provinsi DKI Jakarta. Kemarin, kasus positif baru di ibu kota tercatat sebanyak 3.476 orang. Angka tertinggi di Jakarta sebelumnya adalah 2.959 kasus.
Celakanya, rekor tersebut hanya bertahan satu hari saja. Hari ini, Kamis, (14/1/2021), terdapat penambahan 11.557 kasus baru, yang artinya rekor nasional baru. Namun, khusus untuk DKI Jakarta "hanya" tercatat 3.165 kasus, masih sedikit di bawah data sehari sebelumnya.
Memang, tentu saja tidak ada kaitan langsung antara selebrasi hari pertama vaksinasi dengan pecahnya rekor baru itu tadi. Soalnya, penambahan pasien baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 diduga karena dampak pergerakan massal sebagian masyarakat saat libur natal dan tahun baru, dua minggu yang lalu.
Sedangkan pemberian vaksin, baru diharapkan akan berdampak pada penurunan jumlah warga yang terpapar Covid-19 pada beberapa bulan mendatang, setelah jumlah mereka yang divaksin sudah puluhan juta orang.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apa kebijakan yang akan diambil pemerintah setelah tanggal 25 Januari 2021, saat berakhirnya pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) di Jawa dan Bali.
Sekiranya, rekor demi rekor baru bermunculan, itu pertanda PKM tidak berhasil. Maka, yang ditunggu masyarakat, apakah ancaman Presiden Jokowi yang akan memberlakukan lockdown betul-betul akan jadi kenyataan?
Harapan kita, tentu saja lockdown yang berupa pembekuan kegiatan di luar rumah tidak akan terjadi. Untuk itu, setiap kita harus disiplin mematuhi ketentuan PKM dan menerapkan protokol secara ketat. Bukan untuk menghindari denda saat dirazia oleh aparat, tapi memang karena kesadaran ingin melindungi diri sendiri dan orang-orang terdekat kita.
Kalau masih ada yang abai dengan tidak menggunakan masker, atau memakai dengan cara yang salah, masih saja berkerumun, dan jarang mencuci tangan, itu artinya seolah-olah ingin mempercepat berlakunya lockdown.
Tapi, terlepas dari tingkah laku ugal-ugalan sebagian warga tersebut, tak ada salahnya bila masyarakat bersiap-siap, sehingga kalau nantinya betul-betul ada lockdown, tidak kaget. Persiapan itu terutama berupa persediaan makanan dan sarana untuk bekerja atau belajar dari rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H