Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Puncak Arus Balik, Waspadai Pembawa Virus yang Tidak Sadar Terinfeksi

2 Januari 2021   18:00 Diperbarui: 7 Mei 2022   06:09 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Libur panjang dalam rangka tahun baru sudah hampir berakhir. Bagi mereka yang berlibur di luar daerah domisilinya, tentu sekarang dalam perjalanan atau bersiap-siap untuk kembali ke kota asal. Istilah yang dipakai media massa adalah "arus balik", untuk menggambarkan kondisi lalu lintas saat ini.

Senin depan (4/1/2021), mereka yang bekerja di instansi pemerintah atau perusahaan swasta, sudah harus masuk kerja lagi. Soal apakah mereka bekerja di kantor atau di rumah, itu hanya soal cara bekerja. 

Demikian pula anak sekolah dan para guru, akan kembali aktif, terlepas dari soal akan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau mulai tatap muka.

Masalahnya, pergerakan manusia antar daerah dalam jumlah banyak seperti itu, sangat riskan selama pandemi Covid-19 ini. Pengalaman membuktikan, setiap ada libur panjang, beberapa hari setelah itu, kasus baru pasien terkonfirmasi positif Covid-19 melonjak tajam.

Dua minggu terakhir ini, penambahan kasus baru tersebut sekitar 8.000 orang per hari secara nasional. Ini lonjakan yang signifikan setelah sebelumnya masih di kisaran 6.000 0rang. Bahkan, sebelum itu lagi, relatif cukup lama bertahan di kisaran 4.000 orang per hari.

Lalu, kalau yang disorot khusus penambahan yang terjadi di Jakarta, angkanya di kisaran 2.000 orang per hari. Nah, apakah sekitar dua minggu lagi, akan melonjak tajam menjadi kisaran 10.000 per hari secara nasional atau 3.000 orang di Jakarta saja?

Berdasarkan berita Kompas (2/1/2021), ada yang sangat memprihatinkan berkaitan dengan data per 1 Januari 2021 dengan penambahan 8.072 kasus positif. 

Namun, karena jumlah yang diperiksa hanya 27.401 orang, maka rasio kasus positifnya sebesar 29,46 persen. Ini rekor baru. Padahal, idealnya positivity rate (rasio kasus positif) di bawah 5 persen.

Data di atas menunjukkan satu dari tiga orang yang diperiksa spesimennya terkonfirmasi positif. Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan positivity rate di atas 20 persen artinya virusnya ada di mana-mana dan orang yang membawanya tidak sadar terinfeksi. 

Dengan tingkat penularan seperti itu, tiap orang harus beranggapan bahwa orang lain di luar rumah membawa virus. Makanya, kata Dicky, harus ada pembatasan sosial ketat. 

Kalau hal ini dicamkan oleh masyarakat, tentu banyak yang tidak berani berlibur ke luar kota. Masalahnya, informasi ini mungkin tidak sampai ke mereka yang berani bepergian.

Di lain pihak, keberanian mereka yang melakukan perjalanan tersebut, bisa jadi karena terlalu optimis setelah mendapat informasi pemerintah akan membagikan vaksin gratis untuk mempercepat menghentikan pandemi. 

Padahal, meskipun ada vaksin, sebaiknya tetap berdiam diri di rumah, karena vaksin tidak otomatis jadi jaminan.

Memang, logikanya, jika mereka memenuhi ketentuan protokol kesehatan, sebelum melakukan perjalanan, sudah dibekali hasil pemeriksaan yang menyatakan mereka tidak terpapar virus. Tapi, untuk lebih meyakinkan, tetap perlu melakukan isolasi mandiri (isoman) sesampainya mereka di tempat asal.

Di lain pihak, mereka sudah harus mulai bekerja. Para pimpinan di instansi atau perusahaan perlu mendata, siapa saja anggotanya yang habis melakukan perjalanan ke luar daerah. 

Anak buah ini diminta jujur dalam melaporkan. Jangan sampai yang pergi berlibur ke daerah lain, mengakunya berdiam diri di rumah saja.

Sebetulnya, dengan aplikasi tertentu, pergerakan seseorang dapat dilacak dengan gampang. Masalahnya, masih banyak warga yang belum mengunduh aplikasi tersebut. 

Dan satu lagi, masih saja ada warga yang memberikan hasil pemeriksaan yang aspal, asli tapi palsu. Maksudnya, surat tersebut memang terlihat asli, lengkap dengan nama dokter, stempel, dan segala macam atribut yang lazim pada surat keterangan hasil pemeriksaan.

Tapi, surat tersebut didapat tanpa diambil darah atau cairan di rongga mulut atau rongga hidung. Soal mental serba instan ini, memang sudah lagu lama untuk berbagai hal lain di negara kita, karena ada oknum yang mau menyalahgunakan kewenangannya dan ada konsumen yang mau memanfaatkannya.

Nah, sekarang warga yang baru saja menikmati liburan di luar kota sudah bergerak kembali ke kota asal. Maka, kepada yang baru datang dari luar kota, kalaupun bekerja, sebaiknya diwajibkan bekerja dari tempat mereka melakukan isoman.

Namun, dengan berbagai argumen di atas, kedisiplinan adalah barang langka di negara kita, termasuk disiplin dalam isoman. Mohon maaf bila kali inipun perasaan cemas dan pesimistis masih menggelayuti pikiran banyak orang.

Naga-naganya, beberapa hari mendatang, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 akan melonjak tajam. Ya, semoga saja dugaan ini keliru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun