Libur panjang dalam rangka tahun baru sudah hampir berakhir. Bagi mereka yang berlibur di luar daerah domisilinya, tentu sekarang dalam perjalanan atau bersiap-siap untuk kembali ke kota asal. Istilah yang dipakai media massa adalah "arus balik", untuk menggambarkan kondisi lalu lintas saat ini.
Senin depan (4/1/2021), mereka yang bekerja di instansi pemerintah atau perusahaan swasta, sudah harus masuk kerja lagi. Soal apakah mereka bekerja di kantor atau di rumah, itu hanya soal cara bekerja.Â
Demikian pula anak sekolah dan para guru, akan kembali aktif, terlepas dari soal akan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau mulai tatap muka.
Masalahnya, pergerakan manusia antar daerah dalam jumlah banyak seperti itu, sangat riskan selama pandemi Covid-19 ini. Pengalaman membuktikan, setiap ada libur panjang, beberapa hari setelah itu, kasus baru pasien terkonfirmasi positif Covid-19 melonjak tajam.
Dua minggu terakhir ini, penambahan kasus baru tersebut sekitar 8.000 orang per hari secara nasional. Ini lonjakan yang signifikan setelah sebelumnya masih di kisaran 6.000 0rang. Bahkan, sebelum itu lagi, relatif cukup lama bertahan di kisaran 4.000 orang per hari.
Lalu, kalau yang disorot khusus penambahan yang terjadi di Jakarta, angkanya di kisaran 2.000 orang per hari. Nah, apakah sekitar dua minggu lagi, akan melonjak tajam menjadi kisaran 10.000 per hari secara nasional atau 3.000 orang di Jakarta saja?
Berdasarkan berita Kompas (2/1/2021), ada yang sangat memprihatinkan berkaitan dengan data per 1 Januari 2021 dengan penambahan 8.072 kasus positif.Â
Namun, karena jumlah yang diperiksa hanya 27.401 orang, maka rasio kasus positifnya sebesar 29,46 persen. Ini rekor baru. Padahal, idealnya positivity rate (rasio kasus positif) di bawah 5 persen.
Data di atas menunjukkan satu dari tiga orang yang diperiksa spesimennya terkonfirmasi positif. Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan positivity rate di atas 20 persen artinya virusnya ada di mana-mana dan orang yang membawanya tidak sadar terinfeksi.Â
Dengan tingkat penularan seperti itu, tiap orang harus beranggapan bahwa orang lain di luar rumah membawa virus. Makanya, kata Dicky, harus ada pembatasan sosial ketat.Â
Kalau hal ini dicamkan oleh masyarakat, tentu banyak yang tidak berani berlibur ke luar kota. Masalahnya, informasi ini mungkin tidak sampai ke mereka yang berani bepergian.