Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cermat Berinvestasi, Saatnya Saham Jadi Salah Satu Pilihan

26 Desember 2020   17:01 Diperbarui: 27 Desember 2020   21:01 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meskipun kampanye bertajuk "Yuk Nabung Saham" (selanjutnya disingkat YNS) lumayan gencar dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak beberapa tahun terakhir ini, sebetulnya masih banyak masyarakat umum yang belum memahami sepenuhnya apa yang disebut dengan saham.

Meskipun demikian, program YNS bukannya tidak berhasil. Paling tidak, dilihat dari jumlah investor di BEI per 19 November 2020 sudah mencapai 1.503.682 akun, sebagaimana yang ditulis bisnis.com (6/12/2020). Jelas terdapat peningkatan yang signifikan mengingat sebelum ada kampanye YNS, jumlah akun belum sampai 1 juta.

Hanya saja, bila membandingkan dengan jumlah akun atau rekening simpanan masyarakat di perbankan, maka jumlah investor saham masih jauh tertinggal. Artinya, mungkin masih banyak anggota masyarakat yang belum memahami, bukan karena tidak memiliki uang, karena buktinya simpanan masyarakat di perbankan tetap tumbuh.

Jika dicermati, tujuan program YNS adalah meningkatkan literasi keuangan dengan menekankan sisi sosialisasi pada masyarakat banyak, terutama generasi muda, termasuk edukasi di sekolah-sekolah dan kampus-kampus.

Selain literasi, tujuan lainnya adalah bersifat inklusi dengan menekankan pada sisi eksekusi. Dalam hal ini, kelompok yang sudah diberikan materi edukasi, diajak melakukan simulasi bertransaksi dengan membeli dan menjual saham.

Biasanya, setelah melakukan simulasi, sebagian peserta tertarik untuk membuka akun sesungguhnya di perusahaan sekuritas yang dipilihnya. Perusahaan sekuritas adalah perantara dalam jual beli saham. 

Ada dua keuntungan yang diharapkan dengan membeli saham, yakni keuntungan bila nanti saat dijual lagi, harganya lebih tinggi dari harga beli semula. Keuntungan yang kedua, bila saham ditahan dalam jangka panjang (melewati satu tahun), akan mendapat pembagian keuntungan yang disebut dengan dividen dari manajemen perusahaan yang sahamnya dimiliki seseorang.

Adapun risikonya adalah bila harga saham yang dimiliki harganya mengalami penurunan, sehingga rugi kalau dijual. Bisa juga saham seperti ini ditahan dulu, karena ada kemungkinan nantinya harga saham tersebut naik lagi. Namun, bisa juga harganya makin anjlok, sehingga mau menjual atau menahan perlu pertimbangan yang matang.

Perlu diingat, yang boleh membeli saham di BEI tidak hanya WNI, tapi juga investor asing. Malah, hingga sekarang, jumlah dana yang digelontorkan investor asing ke BEI masih dominan. Hal ini sangat riskan, jika investor asing ramai-ramai melepas saham yang dimilikinya, harga saham akan rontok.

Makanya, memperbanyak jumlah investor domestik menjadi penting artinya, agar pergerakan harga saham tidak terlalu bergantung pada aksi investor asing. Selama ini, jika investor asing memburu saham tertentu di BEI harga akan naik relatif tinggi dan hal yang sebaliknya ketika mereka keluar dari BEI.

Dalam kampanye YNS, sengaja dipakai istilah "nabung saham" agar tidak terkesan membeli saham itu butuh dana besar. Memang, kalau mengacu pada terminologi bahwa yang disebut saham tersebut adalah tanda bukti kepemilikan dari suatu perusahaan, tentu kesannya sangat wah dan hanya orang yang kekayaannya berlimpah yang punya.

Padahal, dengan modal beberapa ratus ribu rupiah saja, seseorang sudah bisa membeli saham. Banyak perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di BEI dengan harga per lembar di kisaran Rp 1.000. 

Pembelian dilakukan dalam satuan lot, di mana satu lot terdiri dari 100 lembar. Bukankah tidak perlu modal besar untuk jadi seorang investor saham?

Nah, masalahnya dalam masa pandemi seperti sekarang, saham apa yang sebaiknya dikoleksi? Bukankah dunia usaha lagi terpuruk? Saham-saham dari perusahaan di bidang transportasi dan pariwisata, mungkin bukan dalam kondisi yang menguntungkan karena pergerakan masyarakat yang sangat terbatas.

Tapi, saham dari perusahaan farmasi atau bisnis lain yang berkaitan dengan kesehatan, sekarang kinerjanya lagi bagus-bagusnya. Demikian pula saham perusahaan yang berkaitan dengan usaha di bidang teknologi informasi.

Untuk saham-saham perbankan, memang awalnya ada kekhawatiran berkaitan dengan besarnya tingkat kredit macet karena nasabahnya terdampak pandemi. Tapi, sekarang saham bank-bank papan atas, seperti BBCA (saham BCA), BMRI (Bank Mandiri) dan BBRI (saham BRI), mulai diburu investor lagi, karena prospeknya membaik.

dok. bisnis.com
dok. bisnis.com
Ada satu saham bank yang meroket tajam, yakni BRIS (BRI Syariah) karena bank ini menerima penggabungan dari Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Merger 3 bank syariah milik bank-bank negara ini sudah resmi diumumkan dan nama BRI Syariah akan berganti menjadi Bank Syariah Indonesia.

Setelah memiliki saham, tetap perlu diingat, sebaiknya jangan menjadikan saham sebagai satu-satunya tempat berinvestasi. Diversifikasi investasi mutlak diperlukan. 

Simpanan di bank, baik berupa tabungan untuk transaksi sehari-hari, maupun dalam bentuk deposito sebagai investasi, merupakan cara konvensional yang layak tetap dipertahankan.

Emas, valuta asing, obligasi yang diterbitkan pemerintah, dan reksadana juga layak menjadi pilihan dalam melakukan diversifikasi. Tinggal dilihat berapa dana yang dimiliki dan bagaimana mengatur pengalokasiannya ke berbagai jenis investasi yang telah ditulis sebelumnya.

Bahkan, jika sudah punya penghasilan yang memadai, membeli properti dalam bentuk rumah, baik secara tunai atau melalui kredit pemilikan rumah, juga sangat menguntungkan, karena harganya dalam jangka panjang akan naik signifikan. Lagipula, rumah yang tidak dipakai sendiri bisa disewakan.

Pendek kata, seseorang yang sudah menjalani profesi tertentu dan mempunyai penghasilan, jangan terlena dengan terlalu banyak berbelanja, jalan-jalan, atau hal-hal yang bersifat konsumtif lainnya. 

Semakin cepat memulai berinvestasi secara rutin, asal dilakukan secara cermat akan semakin menjamin meraih kemerdekaan finansial di masa pensiun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun