Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilantik Jadi Menteri, Risma Berpeluang "Balas Dendam" kepada Khofifah?

23 Desember 2020   20:35 Diperbarui: 23 Desember 2020   22:27 2006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. Muchlis-Biro Setpres, dimuat cnnindonesia.com

Reshuffle kabinet, selalu ada sisi dramanya. Awalnya hanya ada dua orang menteri yang ditangkap KPK karena dugaan korupsi, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Probowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Tapi, kalau akhirnya ada 4 menteri lain yang juga harus ikhlas melepaskan kursinya, ini bukan hal yang mengagetkan. Justru drama ini sudah terlalu panjang, karena Presiden Joko Widodo sudah pernah menegur dengan keras para menteri yang berkinerja jelek pada bulan Juni lalu.

Mungkin maksud Jokowi baik, masih memberi kesempatan para menteri yang ditegur untuk memperbaiki kinerjanya. Tapi, publik sudah gemes, sehingga opini yang beredar di media sosial semakin liar, malah ada yang minta Prabowo Subianto  dan Mahfud MD, agar diganti.

Tentang apa yang akan dikerjakan menteri yang diberhentikan, tentu selain 2 orang yang lagi diproses KPK, belum didapat beritanya. Tapi, dulu ada menteri yang beminat jadi wali kota, yakni Menteri Kehutanan dan Perkebunan di era Presiden Gus Dur, Nur Mahmudi Ismail. Ia kemudian terpilih jadi Wali Kota Depok, Jawa Barat.

Nah, sekarang yang terjadi sebaliknya, wali kota yang jadi menteri. Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ditunjuk menjadi Menteri Sosial. Uniknya, bos Risma di Surabaya, yakni Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pernah menjadi Menteri Sosial sebelum bertarung di pilgub Jatim. 

Menarik untuk ditunggu, akankah Risma "balas dendam" ke Khofifah? Ingat, Risma pernah menangis sujud di hadapan para dokter di Surabaya. Para dokter mengeluh tentang rumah sakit yang sudah overload, tapi Risma juga curhat tidak bisa masuk ke rumah sakit milik Pemprov Jatim seperti RS dr. Soetomo (detik.com 30/6/2020). Sepertinya komunikasi Risma dan Khofifah tersumbat.

Sebelum itu, Risma bukan menangis, tapi marah. Dua mobil PCR bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana  (BNPB) untuk Surabaya dialihkan ke daerah lain oleh Satgas Covid-19 Jawa Timur. Lagi-lagi ini bisa ditafsirkan bahwa antara Khofifah dan Risma ada perang dingin. Karena lebih rendah posisinya, tentu Risma kalah dalam "perang" tersebut.

Tapi, itu dulu. Sekarang, secara protokoler saja, posisinya sudah terbalik. Dulu Risma yang menunduk hormat kepada Khofifah, sekarang bila Risma sebagai Mensos melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur, Khofifah yang akan menjemput.

Sebetulnya, rivalitas Risma-Khofifah tidak terlalu mengagetkan. Soalnya, dalam politik mereka berseberangan. Pada pilgub Jatim 2018 yang dimenangkan Khofifah yang diusung antara lain oleh Golkar dan Demokrat, Risma berdiri di pihak paslon Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Puti Guntur Soekarno yang diusung PKB dan PDIP.

Kemudian pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020 lalu, untuk calon wali kota Surabaya, Risma berada di pihak Eri Cahyadi yang dijagokan PDIP. Sementara itu Khofifah mendukung kubu Machfud Arifin yang didukung PKB dan sejumlah partai lainnya.

Jika di pilgub Jatim, jagoan Risma mengalami kekalahan, pada pilwako Surabaya, jagoan Risma meraih kemenangan, meskipun kubu Machfud kabarnya akan mengajukan gugatan.

Adu kekuatan dua emak-emak Jatim itu memang jadi perhatian publik. Sekarang, bagaimanapun juga Risma lagi "di atas angin". Khofifah telah mengucapkan selamat kepada Risma pada saat menyampaikan kata sambutan acara Musyawarah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur di Sidoarjo, Selasa (22/12/2020). 

Risma sebetulnya saat Jokowi membentuk kabinet Oktober 2019 telah masuk nominasi sebagai menteri. Sewaktu pilgub DKI namanya juga masuk. Tapi Risma bukan tipe pemimpin yang punya ambisi politik. Ia ingin menuntaskan tanggung jawabnya sampai periode kepemimpinannya di Surabaya berakhir. Lagipula, ia pernah mengatakan tak ingin hijrah ke Jakarta.

Baik, selain Risma, menarik pula untuk melihat nama-nama lain yang juga dilantik menjadi menteri. Salah satunya adalah sosok yang populer di mata kaum milenial, Sandiaga Uno. Dengan demikian, Sandiaga kembali dapat panggung, meskipun tanpa pangung ia cukup aktif membina pelaku usaha mikro. Sandi merupakan nama yang selalu muncul dalam survei capres 2024. Jelas, menjadi menteri akan bisa dikapitalisasi untuk karir politik Sandi mendatang.

Budi Gunadi Sadikin yang jadi Menteri Kesehatan, menjadi perhatian publik karena ia bukan seorang dokter, melainkan bankir yang sukses. Akankah masalah kesehatan dilihat dari sisi ekonomi semata? Yang jelas dalam struktur Satgas Covid-19, Budi memimpin tim ekonomi. Apakah ini semacam sinyal bahwa di mata Jokowi, lebih mendahulukan soal ekonomi ketimbang kesehatan? Mudah-mudahan tidak begitu.

Untunglah, Budi didampingi seorang wakil menteri yang berlatar belakang dokter spesialis penyakit dalam. Jadi, dalam hal teknis kesehatan, tentu bisa dikonsultasikan dengan wakilnya, dokter Dante Saksono Harbuwono. Secara garis besar, tugas Menkes mungkin lebih banyak berkaitan dengan manajemen kesehatan publik, sehingga tak harus diserahkan ke seorang dokter, seperti yang juga terjadi di beberapa negara maju.

Kasus Budi agak mirip dengan Fachrul Razi, Menteri Agama yang baru saja melepas jabatannya. Bukankah selama ini menjadi jatahnya NU? Tapi, Jokowi sempat mempercayakannya pada Fachrul yang non-ulama, melainkan seorang jenderal purnawirawan. Barulah sekarang Menteri Agama dikembalikan ke khittahnya, dengan dilantiknya Yaqut Cholil Quomas yang nota bene adalah seorang NU tulen dengan posisi strategis, Ketua Umum GP Ansor, perhimpunan pemuda NU.

Banyak pengamat yang memberikan apresiasi atas pilihan Jokowi-Ma'ruf kali ini. Semula, meskipun memegang hak prerogatif, Jokowi diperkirakan akan tersandera oleh permainan politik, karena dua menteri yang mengundurkan diri lantaran ditangkap KPK berasal dari parpol.

Jokowi masih menghormati hak parpol, tapi kali ini dengan sosok yang oleh publik dinilai positif. Gerindra tetap dapat jatah pengganti Edhy Prabowo, meskipun berganti pos, yakni Sandiaga yang ditempatkan memimpin Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 

Dengan mengumpulkan Prabowo-Sandi di kabinet, jelas Jokowi berniat mengakhiri keterbelahan masyarakat gara-gara rivalitas pada pilpres 2019 lalu. Meskipun tetap saja masih ada yang pesimis dan mencari sosok oposan baru seperti Rizieq Shihab.

Kemudian, seperti telah disinggung di atas, Juliari Batubara yang dari PDIP diganti Tri Rismaharani yang juga kader PDIP. Integritas Risma selama ini sudah teruji, sehingga diharapkan bisa memulihkan citra parpol.  

Berikutnya dari PKB, keluar satu menteri, diimbangi masuk satu menteri baru, yakni Yaqut Cholil yang telah dibahas di atas. Adapun orang PKB yang terpental adalah Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Muhammad Lutfi ditunjuk mengisi pos yang ditinggalkan Agus. Lutfi bukan orang baru, karena pernah menjabat Menteri Perdagangan di era Presiden SBY.

Satu menteri baru lagi yang belum sempat disinggung adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang sebelumnya Wakil Menteri Pertahanan. Dengan demikian, suara publik yang menghendaki kembalinya wanita pemberani, Susi Pudjiastuti, untuk memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan, terpaksa gigit jari.

Selamat bekerja para menteri baru, semoga mampu mempersembahkan prestasi cemerlang demi kejayaan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun