OTG, bila yang dimaksudkan sebagai orang tanpa gejala, jika cepat terdeteksi bahwa tubuhnya mengandung virus, besar harapan akan sembuh. Apalagi bila orang tanpa gejala itu tadi, tak punya faktor pemberat seperti batuk pilek, sesak napas, dan sebagainya.
Tapi, bila OTG diartikan sebagai para pekerja yang sekarang menjadi orang tanpa gaji, baik karena di-PHK, maupun tetap bersatus karyawan yang dirumahkan sementara tanpa digaji, ini penyakit yang maha berat. Tak bisa ditangani dengan sekadar isolasi mandiri.
Nah, bayangkan bila seseorang terkena dobel OTG, terkonfirmasi Covid-19 sekaligus tidak punya penghasilan.Â
Betul, ada program bantuan pemerintah. Banyak pula warga yang berbaik hati memberi makanan kepada para OTG yang lagi melakukan isolasi mandiri. Tapi, konsistensi bantuan tersebut tetap mengkhawatirkan para OTG yang OTG (dobel OTG).
Pertama, tentang OTG dalam arti tanpa gejala, bila dibandingkan dengan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang punya gejala sehingga perlu dirawat di rumah sakit, mungkin pendapat umum mengatakan lebih enak yang OTG. Padahal mungkin tidak selalu begitu.
Melakukan isolasi mandiri dengan kondisi tubuh yang serasa sehat, ibarat terpenjara. Dan ini tidak gampang. Apalagi bila si OTG ini belum terdeteksi sebagai OTG karena belum diperiksa di lab. Orang seperti ini berpotensi menularkan kepada orang lain, kecuali bila nantinya vaksin gratis sudah didapatkan mayoritas warga.
Adapun mereka yang dirawat di rumah sakit, jelas akan menghadapi sejumlah ketidaknyamanan, apalagi bila sampai pakai tabung oksigen.Â
Namun, kabar baiknya adalah, bagi yang dirawat di rumah sakit pemerintah, kebanyakan menjadi tanggungan negara. Asal tahu saja, biaya untuk satu orang bisa mencapai ratusan juta rupiah (detik.com, 1/12/2020).
Jadi, mau isolasi di rumah sakit atau mandiri, sama-sama tidak nyaman. Maka, yang terbaik adalah mencegah, bagaimana agar kita tidak terpapar virus yang menakutkan itu. Caranya? Ya, harus disiplin menerapkan protokol kesehatan, baik ketika ada razia maupun ketika tidak ada yang mengawasi.
Jangan heran, bila mereka tetap "berkeliaran" karena harus mencari uang untuk beberapa suap nasi bagi semua jiwa yang ditanggungnya, maksudnya istri dan anak-anaknya di rumah.