Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Seberapa Besar Dorongan Berprestasi yang Anda Tunjukkan?

23 Desember 2020   07:11 Diperbarui: 23 Desember 2020   07:24 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. konsultanpsikologijakarta.com

Need for Achievement yang diterjemahkan sebagai Dorongan Berprestasi (DB) adalah salah satu faktor yang ikut menentukan kesuksesan seseorang dalam meniti karirnya di bidang apapun. Pengertian bebasnya adalah dorongan untuk bekerja lebih baik sehingga mendatangkan hasil sesuai atau melebihi yang diharapkan.

Begini, pepatah lama mengatakan "ada kemauan, ada jalan". Nah, itu ada kaiatannya dengan DB. Orang dengan kemampuan yang tinggi, tapi DB-nya rendah alias inginnya santai melulu, ya tak akan maju-maju. Sebaliknya, mereka yang kemampuannya biasa-biasa saja, namun mampu menunjukkan DB yang luar biasa, akan berhasil menggapai kesuksesan.

Jelaslah, agar kinerja seorang karyawan bisa melebihi target yang diminta atasannya, ia perlu bekerja di atas rata-rata orang lain. Bisa jadi ia bekerja lebih cepat, lebih teliti, lebih tahan banting, atau lebih cerdas. Begitu target yang satu terlewati, ia siap dengan target yang lebih menantang, sehingga prestasinya melesat meninggalkan teman-temannya.

Ia juga berani berkorban secara pribadi untuk meraih posisi yang lebih tinggi. Hari libur yang seharusnya diisi dengan aktivitas bersama keluarga, dimanfaatkannya untuk bermain golf agar jaringan pergaulannya di kalangan elit semakin luas. Tak dapat dipungkiri, salah satu kunci sukses terletak pada pergaulan yang luas.

Banyak orang yang pintar secara akademis, tapi waktu meniti karir, kepintarannya tak banyak membatu, karena DB-nya yang rendah. Ia ingin main aman, tidak bernafsu mencapai posisi puncak, dan lebih menikmati kesantaian di level yang sedang-sedang saja. Ia seperti terlena di zona nyaman.

Sebaliknya, tak jarang ditemui teman-teman yang dulu waktu kuliah IP-nya tergolong standar, begitu memasuki dunia kerja, eh malah bisa moncreng. Itulah yang terjadi bagi yang DB-nya tinggi. Motivasinya berlipat ganda. Semangatnya berkobar dan rasa percaya dirinya tinggi.

Kondisi paling ideal adalah orang yang punya kemampuan sekaligus punya DB tinggi. Orang seperti ini akan melaju kencang, meskipun hanya didorong sedikit saja. Bahkan, jika ada yang meremehkannya, akan disikapinya dengan "dendam" yang positif, yakni mempersembahkan prestasi terbaik, sehingga yang sebelumnya meremehkannya akan respek.

Pada ekstrim lainnya, kondisi yang paling tidak ideal adalah orang yang tidak punya kemampuan sekaligus DB-nya juga rendah. Ya, orang seperti ini bukan tidak ada gunanya, karena melakukan hal yang gampang dan bersifat rutin, yang bagi orang lain membosankan, akan dilakoninya dengan setia. Tapi, job yang cocok untuk golongan ini bersifat kelas bawah yang tidak banyak memerlukan kreativitas.

Nah, yang sangat menantang adalah orang yang kemapuannya biasa saja, tapi kemauan atau DB-nya tinggi.  Berikan orang seperti ini kesempatan untuk ikut berbagai pelatihan, mereka lama-lama akan menguasai permasalahan dan memahami cara mengatasinya.

Adapun yang kemampuannya tinggi, tapi kemauannya yang biasa-biasa saja, ini yang bikin gemes. Diperlukan "kata-kata mutiara" dari motivator ulung, itupun belum tentu akan menggugah semangat mereka. 

Mereka mungkin malas keluar dari zona nyaman. Bisa pula karena terlalu banyak berpikir dari sisi risikonya dan tidak tergiur dari sisi keuntungannya. Bila dipromosikan jadi pimpinan, takut dikibuli anak buah yang akan membuatnya celaka. Soalnya bila anak buah yang korupsi, paling tidak si atasan akan sibuk juga dipanggil pihak yang berwajib.

Atau, orang yang mampu ini memang tak ada kemauan untuk terlihat menonjol. Di forum rapat, meskipun ia punya ide, ia simpan saja, kecuali kalau ditanya bos, baru ia menjawab. Ia malas melakukan lobi, malas menambah jaringan pertemanan. Padahal, kalau ia mau, ia juga bisa bergaul.

Jadi, bila perusahaan merekrut orang yang kemampuannya tinggi, tapi dorongan berperstasinya tidak menonjol, boleh dikatakan dilihat dari sisi perusahaan merupakan hal yang mubazir. Saat seleksi perekrutan, calon yang terlihat pintar karena mampu menganalisis suatu masalah, cenderung membuat tim penguji tertarik.

Tapi, setelah dipasang di posisi tertentu, ternyata si pintar ini lembek dalam berjuang, kurang greget, dan sering memainkan "rem" di saat sebaiknya tancap gas. Diberikan suntikan motivasi oleh atasannya tetap tidak bisa membakar semangatnya, di sinilah perusahaan akan merasa salah pilih.

Tak heran, banyak bos yang lebih menghargai karyawannya yang bertipe pekerja yang tekun, mau belajar dan bersemangat menerima tantangan, ketimbang mereka yang kritis, analitis, banyak berteori, tapi lamban dalam mengeksekusi. 

Demikian juga mereka yang hanya diam, kurang percaya diri dan cenderung cari aman, meskipun tak pernah menolak perintah atasan. Namun, potensinya tidak dimanfaatkan sepenuhnya dan menyerahkan hasil pekerjaan kepada atasannya dengan standar yang asal jadi saja, belum memberikan yang terbaik yang dia seharusnya bisa.

Kelambanan mengeksekusi atau mengeksekusi secara asal jadi, cerminan dari dorongan berprestasi yang rendah. Maka, bagi mereka yang sedang atau akan meniti karir di sebuah instansi atau perusahaan, sebaiknya "berkaca" dulu untuk mengukur seberapa besar dorongan berprestasi yang dipunyainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun