Masalahnya, sisa-sisa feodalisme masih tertanam pada diri sebagian pejabat. Dikhawatirkan, nantinya ada pejabat atau pengusaha yang tanpa disadarinya, telah memberi perlakuan istimewa bagi Gibran dan Bobby. Bahkan, bukan tidak mungkin memang disengaja oleh si pemberi kemudahan dalam rangka "cari muka".
Maka, diharapkan Gibran dan Bobby sendiri yang mampu menyaring berbagai kemudahan yang mungkin akan diterimanya, agar semua keputusan yang diambilnya telah ditetapkan sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Pertimbangannya tidak saja sekadar tidak melanggar hukum, tapi juga tidak melanggar etika.
Agar berimbang, barangkali Gibran dan Bobby perlu pula memikirkan keistimewaan dari sisi negatif. Yang dimaksud di sini, jika kepala daerah lain tidak banyak yang menyorot, maka Gibran dan Bobby akan banyak yang diam-diam mengamatinya. Lebih jauh, bukan tidak mungkin ada yang bukan sekadar mengamati, tapi juga berniat "menggoyang".
Status sebagai putra dan menantu presiden, akan menjadikan Gibran dan Bobby sebagai sasaran dari pihak-pihak yang selama ini menjadi lawan politik Jokowi. Satu hal yang sangat penting dicamkan Gibran dan Bobby adalah menjauhi korupsi, termasuk sekadar menerima hadiah yang bisa dianggap sebagai gratifikasi.
Jika itu terjadi, yang "tertampar" bukan hanya anak atau menantu presiden, tapi juga bapaknya, bahkan juga partai pengusungnya. Saatnya kedua anak muda harapan bangsa tersebut membuktikan bahwa mereka sudah siap untuk menjadi kepala daerah yang baik dan berprestasi, bukan sekadar memanfaatkan nama besar orang tuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H