Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hasil Pilkada Serentak, Jangan Katakan PDIP Dimusuhi Warga Sumbar

17 Desember 2020   17:00 Diperbarui: 17 Desember 2020   17:00 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) boleh saja kecewa karena paslon yang diusungnya untuk bertarung di pilgub Sumbar, mengembalikan mandat ke PDIP. Paslon dimaksud adalah Mulyadi-Ali Mukhni, yang akhirnya cukup mengandalkan dukungan dari Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Memang, sejatinya, Mulyadi adalah kader Partai Demokrat dan menjadi anggota DPR RI mewakili Sumbar. Sedangkan Ali Mukhni adalah kader PAN yang menjadi Bupati Padang Pariaman.

Penolakan Mulyadi-Ali Mukhni, tidak berdampak apa-apa bagi PDIP. Toh, paslon ini, meskipun sempat difavoritkan, akhirnya kalah, hanya menduduki peringkat ke-3 dari 4 paslon yang bertarung memperebutkan kursi gubernur dan wakil gubernur di Ranah Minang itu.

Namun demikian, bagaimanapun juga, mengembalikan mandat dari PDIP yang notabene adalah partai pemenang Pemilu 2019 secara nasional, jelas suatu hal yang bisa menimbulkan persepsi yang negatif.

Salah satu persepsi tersebut adalah anggapan bahwa masyarakat Sumbar "memusuhi" PDIP. Pada Pemilu 2019 tak seorang pun caleg PDIP untuk DPR RI yang mewakili Sumbar yang berhasil menembus Senayan, lokasi di mana gedung DPR berdiri.

Bahkan di DPRD Sumbar sendiri, PDIP hanya kebagian 3 kursi dari 65 kursi yang tersedia. Artinya, PDIP harus menebeng partai lain untuk memberikan dukungan pada cagub-cawagub di Pilkada Serentak, 9 Desember 2020 lalu.

Dugaan memusuhi PDIP itu seperti mendapat justifikasi bila melihat atau membaca postingan di  grup percakapan di media sosial yang beranggotakan mayoritas orang Minang. Jika ada pro dan kontra yang bersinggungan dengan umat Islam atau dengan pemimpin agama Islam,  maka dukungan warga Minang adalah berpihak pada ulama, sedangkan PDIP dinilai sebagai "lawan".

Maka, jangan heran bila pada pilpres 2019, Prabowo Subianto yang bergandengan dengan PA 212, mendapat suara 85 persen di Sumbar, dan hanya menyisakan 15 persen buat Jokowi.

Tapi, kalau hanya sekadar dugaan, ya boleh-boleh saja. Namun, jangan buru-buru mengambil kesimpulan. Ada sisi lain yang jarang mengemuka, bahwa pada Pilkada Serentak yang baru saja berlalu, hasil yang diperoleh PDIP tidak jelek, meskipun juga tidak tergolong bagus.

Seperti diberitakan cnnindonesia.com (11/12/2020), dari 14 daerah yang menggelar pilkada di Sumbar, PDIP ikut pada 9 pilkada, dan meraih 4 kemenangan. Jelas, mitos warga Sumbar anti PDIP tidak terbukti.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto merinci, empat wilayah pilkada yang dimenangkan PDIP tersebut adalah di Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kabupaten Pasaman. Dengan demikian, PDIP akan menempatkan 1 kadernya sebagai bupati dan tiga kader sebagai wakil bupati.

Perlu dicermati, di Sumbar tidak semuanya orang Minang. Bahkan ada Kabupaten Kepulauan Mentawai yang memang punya suku asli sendiri yang mayoritas beragama Kristen dan dari dulu menjadi daerah yang dikuasai PDIP. 

Selain itu, masyarakat keturunan Jawa, yang sebagian berasal dari program transmigrasi, sebagian lagi datang secara sukarela untuk bekerja di perkebunan sawit, lumayan banyak di Dharmasraya dan Pasaman Barat.

Kemudian, di Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, juga banyak warga bersuku Mandailing, karena di sebelah utaranya memang berbatasan dengan Tapanuli Selatan di provinsi Sumatera Utara.

Jadi, kalau ada yang mengatakan PDIP dimusuhi warga Sumbar, rasanya terlalau berlebihan dan berbau provokatif. Bukan saja karena warga Sumbar tidak bisa digeneralisir seperti itu, tapi juga seolah-olah warga Sumbar tidak mengakui keberagaman idelologi dalam berpolitik.

Padahal, jika melihat sejarahnya, orang Minang menerima berbagai pemikiran yang tidak semuanya seragam dengan aroma Islam yang kental. Buktinya, pemikiran Sutan Sjahrir atau yang lebih radikal Tan Malaka, berbeda signifikan dengan M. Natsir atau Agus Salim yang lebih berkiblat pada pemikiran Islam.

Bahwa warga Sumbar lebih banyak yang memilih Partai Gerindra, PKS, Demokrat dan PAN, bukan berarti memusuhi PDIP. Di level nasional, PKS dan Demokrat bertindak sebagai oposan. Tapi, partai oposisi bukanlah musuh, malah dibutuhkan untuk check and balance.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun