Maka, masyarakat jangan hanya sekadar mengganti isitilah, tapi yang terpenting adalah perubahan pandangan dan perilaku terhadap kaum difabel. Jangan beda-bedakan mereka. Beri kesempatan seluas-luasnya, tentu antara lain dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan. Â Umpamanya, di atas kendaraan umum ada kursi yang khusus bagi kaum difabel, demikian pula di toilet umum, dan sebagainya.
Adanya kewajiban perusahaan untuk mengalokasikan sejumlah pekerjanya yang berasal dari kaum difabel, perlu diberi apresiasi. Di beberapa perusahaan milik negara, sudah banyak yang menerapkannya, meskipun baru sebatas pekerja kontrak untuk tugas-tugas yang relatif ringan, seperti petugas administrasi dan dokumentasi. Tapi ini sudah sebuah langkah maju.
Nantinya, bukan tidak mungkin seorang bupati, gubernur, menteri, atau jabatan publik lainnya, akan dipercayakan kepada difabel yang kompeten. Bukankah Presiden ke-4 RI, Gus Dur, yang tergolong difabel karena punya keterbatasan penglihatan, telah menunjukkan kemampuannya, bahkan sangat dihargai oleh para pemimpin di negara-negara maju.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI