Bila membeli meterai di luar kantor pos, harus ekstra hati hati karena pernah beredar meterai palsu. Pernah pula ditemukan kasus penggunaan meterai bekas pakai di mana tanda tangan yang ada di atas meterai bekas tersebut telah dihapus dengan teknik tertentu.
Bukan tidak ada toko alat tulis yang menjual meterai asli, tapi tentu harganya di atas nominal yang tercantum di meterai tersebut. Sedangkan bila membeli di kantor pos, harganya sesuai dengan nominal.Â
Adapun untuk mengecek keaslian meterai, mirip dengan mengecek uang kertas, yakni dengan 3D (dilihat, diraba dan digoyang). Lihat hologramnya, raba apakah ujung tulisan "meterai tempel" terasa kasar, dan digoyang untuk melihat apakah berubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda (kompas.com, 22/10/2018).
Tapi, sedikit melenceng ke soal korupsi, lazim pula bila seorang pegawai dari sebuah instansi membeli sejumlah barang untuk keperluan dinas, harga yang tercantum di kuitansi sengaja dibuat jauh lebih tinggi dari harga sesungguhnya yang dibayarkan (disebut juga dengan mark up). Selisih harga tersebutlah yang dikorup oleh si oknum pegawai.
Tentu saja kuitansi yang di-mark up tersebut harus tetap mengikuti ketentuan tentang bea materai. Namun, jangan dianggap meterai tempel sebagai alat melegalkan perbuatan korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H