Tentu untuk membuat alternatif solusi, kompetensi berpikir analitis, berpikir konseptual, dan berpikir strategis dari seorang peserta, amat dibutuhkan. Tentang hal ini saya pernah menulis di sini.
Bagi asesor nantinya, jawaban masing-masing individu akan dikumpulkan dan dibandingkan jawaban hasil diskusi kelompok. Mereka yang jawaban individunya mendekati jawaban kelompok, dinilai lebih baik dari yang jawaban individunya berbeda jauh dengan jawaban kelompok.
Tapi, tetap dengan memperhatikan catatan, apakah peserta yang jawabannya mendekati jawaban kelompok itu, karena terlalu mendominir diskusi dengan gaya otoriter? Kalau iya, ini juga kurang bagus. Idealnya, kesepakatan terjadi setelah adu argumen yang sehat dengan memberikan kesempatan kepada semua peserta untuk mengutarakan pendapatnya.
Memang, ada peserta yang aktif, yang kalau tidak dibatasi waktu berbicara oleh yang bertindak sebagai pemimpin diskusi, akan susah dihentikan pembicaraannya. Di lain pihak, ada peserta yang pasif, yang kalau tidak dipersilakan untuk berbicara, cenderung diam.
Perlu diketahui, bagi mereka yang ingin mendapat jabatan yang lebih tinggi, kemampuan berbicara di forum rapat menjadi salah satu hal yang penting. Nantinya, banyak tugasnya yang berkaitan dengan rapat, baik dengan kalangan internal perusahaan, maupun eksternal. Baik sebagai pengundang, maupun pihak yang diundang.
Seperti disinggung di atas, diskusi kelompok hanya salah satu metode dalam asesmen, dan tidak bisa memprediksi kompetensi seseorang dengan tingkat akurasi yang bisa jadi jaminan. Makanya, untuk rekomendasi akhir, asesor akan menggabungkan penilaiannya dengan hasil si peserta saat mengikuti in-basket exercise dan wawancara individu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H