Tak disangsikan lagi, Muhammadiyah telah memberikan kontribusi yang sangat banyak bagi kemajuan bangsa Indonesia. Ternyata, untuk mengabdi pada negeri sendiri tidak harus melalui partai politik. Organisasi massa (ormas) seperti Muhammadiyah, justru lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak.
Hari ini, Rabu 18 November 2020, Muhammadiyah tepat berusia 108 tahun. Organisasi ini didirikan di Kampung Kauman, Yogyakarta, pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau bertepatan dengan 18 November 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan.
Secara jumlah anggota, warga Muhammadiyah tidaklah sebanyak warga Nahdlatul Ulama (NU). Tapi berbicara tentang kiprahnya di dua bidang terbesar yang digarapnya, pendidikan dan kesehatan, banyak sekali sekolah, universitas, rumah sakit, dan klinik yang dinaungi Muhammadiyah.
Memang, citra modernis yang disematkan kepada Muhammadiyah untuk membedakan dengan NU yang lebih tradisional, sebetulnya sekarang tidak lagi begitu relevan. Toh, dua-duanya sudah berwawasan modern, meskipun NU dari sisi ritual keagamaan terkesan lebih "kaya" ketimbang Muhammadiyah yang terkesan "minimalis".
Kendati didirikan di Pulau Jawa, Muhammadiyah justru lebih berkembang di Pulau Sumatera. Meskipun di Jawa lebih dominan warga NU, tapi kiprah Muhammadiyah di bidang pendidikan dan kesehatan bisa ditemukan di banyak kota di Jawa. Di bidang pendidikan tinggi, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) termasuk perguruan tinggi swasta terpandang secara nasional, bahkan juga diminati mahasiswa asing.
Tak terlihat rivalitas NU-Muhammadiyah. Yang ada justru kedua ormas Islam terbesar ini bahu membahu dalam mengawal Islam yang damai dan sejuk dalam bingkai Pancasila. Maka, sangat wajar bila pemerintah selalu meminta masukan dari kedua ormas ini dalam menghadapi isu terkini, termasuk soal untuk mengendalikan fanatisme sebagian warga yang cenderung jadi radikalisme dalam beragama.
Namun demikian, tidak selalu Muhammadiyah jadi "anak manis" bagi pemerintah. Seperti dalam menyikapi UU Cipta Kerja, Muhammadiyah dan juga NU mengambil posisi yang berseberangan dengan pemerintah.
Keberhasilan Muhammadiyah di bidang pendidikan membuat kader Muhammadiyah sering mengisi pos Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di kabinet, terlepas dari siapapun yang jadi presiden. Sekarang memang pos ini diisi oleh anak muda Nadiem Makarim, tapi sebelum itu dipegang oleh Muhadjir Effendy yang mantan Rektor UMM. Sekarang Muhadjir menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Jadi, meskipun bukan partai politik, cukup banyak kader Muhammadiyah yang mempunyai jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal itu kebanyakan bukan karena "jatah" mewakili ormas besar, tapi karena kapabilitas para kadernya. Seperti diketahui, Muhammadiyah mempunyai banyak para cendekiawan terpandang dan para profesional di berbagai bidang.
Beberapa tokoh Muhammadiyah saat ini ada yang menjadi "vokalis" dalam arti sering melontarkan kritik pedas pada pemerintah, seperti yang dilakukan Amien Rais, Din Syamsudin, dan terkadang juga Ahmad Syafi'i  Maarif (ketiganya mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah). Tapi, secara umum, pengurus teras Muhammadiyah termasuk yang santun dalam mengajukan kritik dan bersifat konstruktif.
Saat ini, yang menjadi ketua umum adalah Haedar Nashir, seorang guru besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Haedar bukan tipe yang meledak-ledar seperti Amien Rais, namun lebih mampu menata emosinya dalam menyampakan pendapat.
Kiprah Muhammadiyah memang sudah demikian panjang. Lebih dari satu abad, membuktikan betapa kokohnya landasan perjuangan Muhammadiyah, melewati berbagai rintangan di setiap zaman. Mulai dari era kolonial Belanda, penjajahan Jepang, Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.Â
Masalahnya, meneruskan sesuatu yang sudah sukses tentu berbeda dengan membangun sesuatu yang baru. Inilah tantangan terbesar bagi Muhammadiyah di saat sekarang, semacam problems of succsess.Â
Artinya, Muhammadiyah bisa saja menambah jumlah sekolah, universitas, rumah sakit, panti asuhan, masjid, dan sebagainya. Tapi publik tidak lagi menyambutnya dengan "wah", karena itu sudah biasa. Maka, perlu langkah terobosan, sesuatu yang berbeda tapi dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
Salah satu hal yang perlu ditingkatkan  adalah gerakan Muhammadiyah dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Bisa jadi melalui wadah koperasi atau bentuk badan usaha lainnya. Jika saja di setiap kota ada Koperasi Muhammadiyah yang menghimpun modal dari anggotanya dan juga melayani kebutuhan konsumsi anggotanya, diharapkan akan menjadi titik awal kesuksesan gerakan ekonomi rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H