Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Intensi, Usaha, dan Hasil: Bukan Soal Pengkhianatan

14 November 2020   08:00 Diperbarui: 14 November 2020   08:04 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: inspirasipedia.com

"Hasil tidak mengkhianati usaha" (boleh juga dibalik, "usaha tidak akan mengkhianati hasil"), merupakan ungkapan yang sering kita dengar, bukan? Tapi, dalam kenyataannya, banyak yang gigih berusaha, hasilnya begitu-begitu saja. Sebaliknya ada yang begitu-begitu saja berusaha, hasilnya lumayan. 

Ungkapan di atas hanya sekadar pembuka tulisan ini saja. Lupakan saja sejenak soal siapa mengkhianati siapa, karena tulisan berikut lebih terfokus pada bagaimana memandang urut-urutan dari intensi, usaha, dan hasil. Ketiga unsur itu merupakan suatu kesatuan dalam menilai kompetensi seseorang dalam meniti karirnya di bidang apapun juga.

Maksudnya begini, jika dari hasil pengamatan, ternyata yang dilakukan seseorang tidak terlihat hubungan yang kuat antara intensi, usaha, dan hasil yang diperolehnya, maka bisa dipastikan bahwa hasil tersebut bukan karena kompetensi yang dipunyainya, tapi karena faktor lain, bisa karena kebetulan, atau karena dibantu secara dominan oleh pihak lain.

Dalam memulai sebuah pekerjaan, awalnya bergantung dari intensi seseorang, dalam arti apakah pekerjaan itu memang menjadi keinginan atau telah diniatkan dari hatinya sendiri, atau karena terdesak oleh keadaan.

Ada seseorang yang mampu mengangkat sebuah barang yang amat berat ketika rumahnya kebakaran. Apakah berarti ia seorang yang kuat? Belum tentu. Soalnya dalam kondisi normal, ia telah beberapa kali mencoba mengangkat barang tersebut dan tak pernah berhasil. 

Jika ia mampu membangkitkan potensi yang tersembunyi sehingga seolah-olah lagi ada kebakaran, dan ia konsisten berhasil mengangkat barang berat, baru dapat disebut bahwa ia memang kuat.

Demikian pula seseorang yang berniat untuk memancing ikan di sungai, namun di jalan ia menemukan banyak buah mangga matang yang jatuh dari pohonnya. Akhirnya ia tak jadi memancing karena sudah puas dengan buah mangga itu. Jangan katakan ia ahli dalam mencari mangga. Ini hanya sebuah keberuntungan belaka, tak ada kaitan dengan intensi dan usahanya.

Kalau dilihat di sebuah perusahaan, mereka yang bertugas di bagian pemasaran yang berhasil menjual produk di atas yang ditargetkan pimpinan perusahaan, harus dielaborasi dulu, sebelum memberikan apresiasi atau promosi pada karyawannya.

Nah, cara mengelaborasinya dengan meruntut kepada intensi dan usahanya. Bila omzetnya melebihi target karena kebetulan orang tuanya pejabat tinggi pemerintah sehingga rekanannya diminta membeli produk yang dipasarkan anaknya, maka si anak sebetulnya belum bisa menunjukkan kompetensinya.

Kalaupun memang sudah jelas karena kegigihan usahanya, juga perlu dibuktikan apakah konsisten selama beberapa kali kesempatan. Kalau perlu, coba ditukar produk yang dijualnya atau ditukar daerah penugasannya. Bila ia memang seorang bintang, akan tetap bersinar di manapun juga.

Dalam contoh ekstrim yang lain, ada karyawan yang sudah demikian gigih melaksanakan tugasnya untuk mencari pelanggan atau untuk menjual produk. Ia sangat bersemangat dengan bekerja lebih lama dan mendatangi lebih banyak calon konsumen. Semua taktik yang diperolehnya ketika mengikuti pelatihan telah dilakukannya dengan baik.

Namun demikian, hasil yang diperolehnya belum sebanding dengan usahanya yang tak kenal lelah. Pertanyaannya, apakah karyawan yang dicontohkan di atas bisa dinilai telah punya kompetensi? Bahwa targetnya tidak tercapai, hanya karena kebetulan nasibnya yang sial.

Jika kegagalan itu terjadi pada sekali dari 1o kesempatan, mungkin tidak begitu dipermasalahkan. Tapi, bila kondisi seperti itu terjadi beberapa kali, mohon maaf, tetap saja si karyawan belum bisa dinilai sudah kompeten. Mereka yang kompeten akan membuat langkah terobosan bila cara yang dipakainya selama ini tidak membuahkan hasil. Ia boleh dibilang rajin, tapi belum kreatif, work hard dan bukan work smart.

Ingat kembali rumusnya, seorang bintang akan tetap bersinar di manapun juga. Tapi, dalam beberapa kasus, bintang memang harus ditemukan dan diasah, seperti mutiara yang terbenam lumpur, tidak akan bersinar bila tidak ditemukan. Itulah fungsinya talent management di sebuah perusahaan.

Kalau dilihat dari sisi karyawannya, bila merasa dirinya seorang bintang yang belum dilirik atasan, saatnya untuk lebih aktif "menjual diri". Jangan hanya asyik bertelur, tapi lupa berkotek. Bertelur tanpa berkotek, akan berbahaya jika telurnya diakui sebagai punya orang lain. Berkotek tanpa bertelur, lama-lama pasti ketahuan belangnya.

Jelas bukan, keterkaitan antara intensi, usaha, dan hasil. Tak ada urusannya dengan pengkhianatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun