Di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT), saat ini sedang giat dibangun sebuah proyek yang disebut media massa sebagai Jurassic Park, untuk dijadikan kawasan wisata khusus, yang berkelas super premium.Â
Di pulau itu, seperti juga di Pulau Komodo yang tak jauh dari Pulau Rinca, telah lama jadi destinasi wisata, karena menjadi tempat berkembang biaknya binatang purba komodo. Jadi bila di sana nantinya ada Jurassic Park, tentu berkaitan erat dengan binatang yang amat langka itu.
Jelas sudah, yang dibidik oleh proyek tersebut adalah turis berkantong sangat tebal. Jika begitu, mungkin memang sudah nasib sebagian besar masyarakat Indonesia yang tidak akan pernah berkesempatan melihat langsung binatang yang menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara itu, terutama setelah Pulau Komodo ditetapkan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
Soalnya, tanpa dijadikan kawasan wisata super premium saja, berwisata ke Pulau Komodo dan Pulau Rinca, sudah terbilang mahal bagi masyarakat secara umum. Anggaplah jika kita menghitung biaya dari Pulau Jawa sebagai pulau dengan penduduk terbanyak di negara kita.Â
Seperti pengalaman saya sendiri yang berkesempatan berkunjung ke Pulau Rinca bertepatan dengan perayaan tahun baru 1 Januari 2015. Dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, saya bersama istri dan anak bungsu, terbang ke Labuan Bajo dengan transit di Denpasar sehari sebelumnya.Â
Ketika itu bandara Labuan Bajo baru saja selesai direnovasi (sekarang dari berita yang saya baca, telah diperluas lagi). Kota Labuan Bajo sendiri ketika itu sudah mulai beraroma Bali karena banyaknya turis asing.
Beraroma Bali, bukan berarti telah seperti Bali. Tapi ada kecenderungan Labuan Bajo akan menjadi Bali berikutnya, setidaknya kesemarakan kafe-kafe di malam hari seperti di Kuta dan Legian mulai ditiru kawasan pantai di ujung barat Pulau Flores itu. Di siang hari turis bule berbaju kaos tanpa lengan keliling destinasi wisata dengan menyewa motor.
Di Labuan Bajo sendiri, ada juga beberapa objek wisata, yang saya ingat adalah goa alam yang menjelang masuk ke sana, dipenuhi rindangnya pohon bambu di kiri dan kanan jalan kecil.Â
Kotanya yang berbukit dan juga ada pantai, menjadikan beberapa spot di bagian atas kota menjadi tempat yag asyik untuk menikmati panorama ke arah laut, melihat banyaknya kapal yang menunggu penyewa, biasanya untuk rute ke Pulau Rinca dan Pulau Komodo.
Bahkan, kalaupun saya beruntung ada beberapa pengunjung lain agar bisa sharing biaya kapal, katakanlah dengan rombongan saya jadi berjumlah 10 orang, tetap saja biaya per orangnya sudah sekitar Rp 1 juta untuk berangkat di pagi hari dan kembali lagi pada sore hari ke Labuan Bajo.
Selain itu, kita juga harus mengeluarkan uang untuk retribusi masuk taman wisata tempat binatang komodo tidur-tiduran atau bergerak perlahan. Demi amannya, pengunjung harus dipandu oleh pemandu wisata, yang tentu juga dibayar. Soalnya, komodo bergerak secara bebas di alam terbuka, tidak diberi pagar seperti di kebun binatang.
Kembali ke soal kapal, fasilitasnya tergolong lumayan. Kapal berkapasitas sekitar 10 orang tersebut punya kamar untuk istirahat, juga ada meja makan dan bangku panjang di sekelilingnya. Kalau yang saya alami, saya mendapat hidangan makan siang dengan menu ikan bakar yang enak.
Tampilan kapal itu sendiri cukup menawan. Terbuat dari kayu, tapi terlihat kokoh dengan desain mirip kapal tradisional. Bagi yang gemar berfoto, mengabadikan kegiatan selama di atas kapal, terasa mengasyikkan.
Masalahnya, mahalnya itu tadi, yang bikin dompet cepat sobek. Nah, dengan keberadaan Jurassic Park, selain dikhawatirkan akan tidak bersahabat bagi habitat komodo itu sendiri dan juga merusak lingkungan, bisa jadi akan membuat masyarakat Indonesia semakin sulit untuk menikmatinya, kecuali segelintir orang sangat kaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H