Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bank BUMN Syariah Hasil Merger, Akankah Jadi Raksasa yang Lincah?

16 Oktober 2020   06:29 Diperbarui: 19 Oktober 2020   19:45 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbahagialah mereka yang memegang saham BRI Syariah. Sulit mencari saham yang kinerjanya seperti BRIS (kode emiten BRI Syariah di Bursa Efek Indonesia). Betapa tidak, hanya dalam tempo 7 bulan, di masa pandemi lagi, harga BRIS meroket hingga 940 persen.

Memang, selama triwulan I tahun ini, harga saham BRIS melemah, di mana titik terendahnya terjadi pada 24 Maret 2020 ketika per lembar saham BRIS dihargai Rp 135. Tapi apa yang terjadi pada penutupan perdagangan Rabu (14/10/2020) kemarin? Harga per lembar saham BRIS melonjak tajam dan bertengger di angka Rp 1.405. Artinya, mengalami kenaikan sebesar 940 persen.

Pasti ada "sesuatu" sehingga BRIS diburu para investor. Sesuatu itu adalah sudah diumumkannya BRI Syariah sebagai survivor pada proses merger antar 3 bank syariah yang masing-masing merupakan anak perusahaan bank BUMN. Ketiga bank dimaksud adalah Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah (BNIS) dan BRIS, yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN untuk digabungkan.

Survivor maksudnya adalah entitas atau perusahaan yang masih eksis ketika proses penggabungan telah selesai. Dalam hal ini, baik BSM maupun BNIS akan melebur ke dalam BRIS. Setelah itu nama BRIS akan diganti, agar tidak terkesan memihak salah satu bank. Isunya, nama yang disiapkan untuk bank hasil merger itu adalah Bank Amanah.

Dilihat dari sisi jumlah aset, sebetulnya yang paling layak menjadi survivor adalah BSM, yakni Rp 114,4 triliun per 30 Juni 2020. Adapun BNIS dan BRIS masing-masing hanya punya aset pada tanggal yang sama Rp 50,78 triliun dan Rp 49,6 triliun.

Hanya saja, ada "kemewahan" yang hanya dimiliki oleh BRIS, yakni statusnya sudah perusahaan publik. Artinya, BRIS sudah melantai di bursa saham dan sebagian sahamnya dimiliki publik, meskipun mayoritas masih dipegang oleh BRI sebagai perusahaan induk.

Jelaslah bila BRIS yang melebur ke BSM, sangat disayangkan karena entitasnya akan hilang, proses penutupannya cukup panjang, termasuk proses penyelesaian saham milik publik.

Adapun bila BSM dan BNIS yang melebur ke BRIS, maka secara tidak langsung BSM dan BNIS juga telah go public. Cara seperti ini disebut dengan backdoor listing (terdaftar di bursa saham lewat jalan belakang).

Kalau digabungkan, ketiga bank syariah pelat merah itu tercatat punya aset lebih dari Rp 200 triliun, sudah boleh dibilang raksasa mengingat hanya BRI, Mandiri, BCA, BNI, BTN dan Niaga saja yang asetnya lebih dari itu. Artinya, Bank Amanah (kalau nama ini jadi dipakai) langsung bertengger di posisi ke 7 pada peringkat aset bank-bank di tanah air.

Tapi jangan lupa, bila Bank Amanah (walaupun nama ini belum pasti, untuk sementara dinamakan seperti itu) berpuas diri jadi bank syariah terbesar di Indonesia, maka akan jadi raksasa yang lamban. Memang, bank syariah lain asetnya jauh di bawah Amanah, termasuk Bank Muamalat yang jadi pelopor bank syariah di negara kita.

Agar menjadi raksasa yang lincah, Amanah harus berani bertarung di level ASEAN. Indonesia, meskipun mempunyai penduduk muslim terbanyak di dunia, ternyata jauh tertinggal dari Malaysia. 

Bank Syariah di negeri jiran itu jauh lebih besar dari Amanah, yakni Maybank Islamic dengan aset setara Rp 834 triliun dan CIMB Islamic Bank dengan aset Rp 353 triliun (Investor Daily, 14/10/2020).

Bagiamanapun juga, prospek Bank Amanah semestinya lebih cerah. Dengan kapasitas yang lebih besar, bukankah lebih mudah melakukan penetrasi menggarap potensi bisnis syariah yang tersebar di berbagai penjuru tanah air? Jangan lupa, bank syariah tidak saja cocok bagi nasabah muslim, namun juga bagi kalangan non-muslim, seperti yang sukses di Inggris dan Malaysia.

Dengan merger, otomatis akan mendongkrak modal bank, yang berarti juga memperbesar kemampuannya dalam mengucurkan kredit ke nasabah potensial. Kemudian, dengan merger juga akan tercipta efisiensi dan sinergi, tapi jangan sampai berdampak kepada PHK massal. 

Karyawan yang kehilangan pekerjaan karena posisinya sudah diisi oleh karyawan bank lain yang ikut bergabung, sebaiknya dilatih untuk bisa mengerjakan bidang lain, misalnya dengan memperkuat bidang pemasaran, agar jumlah nasabah bisa meningkat pesat.

Kendala yang mesti diantisipasi adalah bagaimana menyatukan budaya kerja dari 3 bank, sehingga muncul budaya baru yang kompak, tidak bikin geng sendiri-sendiri sesuai bank asal. 

Dalam hal ini, Bank Amanah bisa studi banding ke Bank Mandiri yang butuh waktu 2 hingga 3 tahun, sampai ego masing-masing bank yang merger menjadi Bank Mandiri bisa terbentuk dengan kokoh. 

Ada 4 bank BUMN yang akhirnya melebur menjadi Bank Mandiri, yakni Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia.

Menurut jadwal dari Kementerian BUMN, pada Februari 2021, proses merger BRIS-BSM-BNIS sudah  selesai. Semoga kelak bank hasil merger tersebut akan menjadi kekuatan baru dalam mendorong kemajuan perekonomian bangsa.

dok. cnbcindonesia.com
dok. cnbcindonesia.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun