Dulu ada teman saya yang dengan bangga mengatakan dari hasil mengajar di 4 buah perguruan tinggi swasta (PTS), ia berhasil mendapatkan uang setiap bulannya sekitar Rp 900.000 pada tahun 1988. Itu jumlah yang bikin saya ngiler, karena sebagai staf junior di sebuah BUMN ketika itu saya baru menerima Rp 350.000 per bulan.
Atau kalau disetarakan dengan kondisi saat ini, staf junior katakanlah bergaji Rp 6 juta, maka dosen tidak tetap yang rajin ngamen di banyak PTS, mungkin saja menerima Rp 15 juta, jika ia mengajar sebanyak 45 SKS per minggu. Itu berarti ia mengajar full time sepanjang hari Senin hingga Jumat.
Kenyataannya, sangat jarang dosen yang kuat mengajar sebanyak 45 SKS, apalagi bagi dosen yang telah berusia di atas 50 tahun. Teman-teman saya yang "tukang ngamen" rata-rata hanya kebagian 6 SKS di sebuah PTS dan maksimal mengajar di 3 PTS saja. Itupun setiap semester ia dilanda kecemasan, apakah masih kebagian mengajar atau tidak, karena hanya dikontrak setiap semester.
Bila mahasiswa baru di sebuah PTS makin sedikit, maka jumlah kelasnya juga sedikit dan ototmatis tidak membutuhkan banyak dosen. Maka saya berani menyimpulkan bahwa semata-mata menjadi dosen tidak tetap tanpa sumber penghasilan lain, harus banyak berhemat agar penghasilannya mencukupi.
Saya tidak kaget ketika seorang teman sesama dosen tidak tetap pernah meminjam uang yang hingga sekarang belum ia kembalikan. Saya duga ia jujur mengatakan uang tersebut untuk makan sehari-hari, yang bikin saya tidak tega untuk tidak membantu.
Tapi, dibandingkan guru sekolah swasta, cara menghitung honor dosen tidak tetap, sudah benar. Untuk guru, hitung-hitungannya agak manipulatif. Seorang guru yang mengajar katakanlah setiap harinya 6 jam atau 30 jam seminggu, mendapat honor 30 jam yang dihitung untuk sebulan. Artinya, mengajar sebulan, tapi yang dibayar hanya seminggu.
Di mata masyarakat, dosen tidak tetap mungkin lebih bergengsi daripada guru sekolah swasta. Paling tidak, dilihat dari penampilannya, dosen terlihat lebih oke.
Tapi, di balik penampilan itu, sebetulnya banyak dosen tidak tetap yang kehidupannya belum mapan, dalam arti tidak banyak yang tersisa untuk menabung atau untuk berinvestasi.
Tingkat kesejahteraan para pengajar, baik guru maupun dosen, sedikit banyak berkorelasi dengan kualitas pendidikan. Contohnya mutu sekolah negeri mulai meningkat setelah guru yang berstatus PNS dan bersertifikasi, mendapatkan penghasilan yang lebih memadai ketimbang sebelumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI