Ketakutan untuk selalu dipantau bos, termasuk saat leyeh-leyeh di musala kantor, atau lagi asyik buang air besar sambil baca koran, membuat saya malas punya ponsel.
Begitu pula ketika semuanya sudah pakai telpon pintar, baru saya ikut-ikutan membeli dan menggunakannya. Tapi untuk yang ini, sungguh saya menyesal, seharusnya lebih awal saya melakukannya, tidak menunggu telpon jadul yang hanya bisa menelpon dan saling berkirim es-em-es itu rusak terlebih dahulu.
Soalnya, begitu saya punya telpon pintar, ikut rapat tidak lagi membuat saya bosan sambil ngantuk-ngantuk. Seperti yang lain, diam-diam saat rapat saya berselancar di dunia maya, bukan mencari referensi agar bisa menyampaikan pendapat dalam forum rapat, tapi chatting dengan mantan pacar yang sekarang sudah jadi istri.Â
Akibatnya, begitu pimpinan rapat yang juga bos saya meminta pendapat, saya gelagapan dan ngomong asal bunyi saja kayak orang kumur-kumur. Aduh, malunya itu yang gak tahan. Ini namanya nikmat yang membawa sengsara.
Lalu, tak dinyana, tak diduga, datanglah era pandemi Covid-19. Orang kantoran pun bekerja dari rumah, work from home (WFH) istilah kerennya. Awalnya sih hepi-hepi saja, bekerja dengan baju kaos dan celana pendek, ngemil seenaknya, dan masih bisa sambil melakukan urusan pribadi.Â
Kalau rapat pakai zoom, harus sedikit lebih rapi. Tapi, tak ada lagi kotak snack untuk rapat atau nasi kotak bila rapat mendekati jam makan siang. Tidak masalah, kan bisa ngemil biskuit sendiri, asal mengunyah dengan pelan-pelan, biar tidak ketahuan sebagai tukang makan.
Namun demikian, ketika pandemi sudah berlangsung beberapa bulan, tanpa kejelasan kapan akan berakhir, bos mulai seenaknya mengatur rapat virtual, bisa pagi, bisa malam. Itupun bersambung dengan instruksi yang bertubi-tubi melalui grup WA atau japri. Padahal, instruksi yang kemarin saja belum kelar, tambah lagi yang baru. Sudah begitu, bos sering marah-marah lagi ketika rapat virtual.
Maka, jelaslah, bahwa dengan pola bekerja yang semakin campur aduk antara urusan pekerjaan dan pribadi sebagai dampak WFH, mulai berdampak pada kesehatan, baik fisik maupun mental. Baik bos, maupun anak buah, sama-sama rawan jadi pengidap stres.Â
Psikiater dan psikolog, bisa jadi lebih sibuk melayani berbagai kasus yang dikonsultasikan kepada mereka. Tapi, ya karena pandemi, konsultasi pun lebih banyak secara virtual.Â
Jadi, Â sehubungan dengan Hari Kesehatan Jiwa 2020 yang jatuh pada 10 Oktober kemarin, pengelolaan stres akibat perubahan pola kerja gara-gara pandemi, layak mendapatkan perhatian serta dicarikan solusi untuk bisa mengatasinya. Secara umum, mereka yang fokus, bisa memisahkan mana yang urusan pekerjaan dan mana yang urusan pribadi, akan lebih baik kondisinya.