Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Rahasiakan Kata Sandi agar Tidak Dimangsa Sindikat Pembobol Rekening Bank

6 Oktober 2020   10:51 Diperbarui: 6 Oktober 2020   10:54 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. tribunnews.com

Aksi kejahatan terhadap nasabah bank masih saja sering terjadi. Tentu modusnya mengikuti perkembangan zaman, sesuai dengan kemajuan teknologi. Meskipun demikian, modus konvensional yang memata-matai nasabah yang mengambil uang tunai dalam jumlah besar, bukan berarti sudah tidak ada.

Penjahat membuntuti kendaraan calon korban yang membawa uang, kemudian pada saat yang dianggap tepat memepet dan menusuk roda kendaraan, sehingga mau tak mau kendaraan harus berhenti. Lalu, dengan cara kekesaran, penjahat pun meminta uang. Atau dengan diam-diam saat pengendara membuka pintu mobil untuk mengecek kondisi ban, ada yang menyelinap mengambil tas berisi uang di jok mobil.

Sering pula penjahat yang naik motor dengan sabar mengikuti sasaran hingga berhenti di tempat tujuan atau saat singgah di suatu tempat seperti pom bensin atu warung makan. Di situlah niat buruknya dieksekusi.

Sekarang sudah semakin jarang nasabah bank yang mengambil uang tunai dalam jumlah besar karena berbagai transaksi lebih mudah melalui transfer saja. Bahkan, bendaharawan di sebuah instansi atau perusahaan, tidak lagi sibuk mendistribusikan gaji kepada semua pegawai dalam uang tunai, namun cukup masuk ke rekening masing-masing pegawai.

Maka kejahatan terhadap nasabah bank saat ini lebih canggih modusnya yang dilakukan secara digital dan disebut juga dengan kejahatan siber. Terlalu sering ditulis di media massa atau di media sosial, cerita para nasabah bank yang merasa tidak melakukan apa-apa, tapi tiba-tiba saldo rekeningnya terdebet alias berkurang. 

Hal itulah yang berkemungkinan besar disebabkan adanya pembobolan rekening, meskipun tidak tertutup kemungkinan adanya kesalahan sistem yang terjadi di bank tempat si nasabah membuka rekening.

Berita terbaru tentang pembobolan rekening bank ini adalah tertangkapnya sinidikat yang telah meraup uang sejumlah Rp 21 miliar dengan memakan korban 3.070 nasabah dari beberapa bank.

Seperti yang dilansir dari suara.com (5/10/2020), Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap 10 tersangka kasus pembobolan rekening bank bermodus meminta one time password (OTP). Para tersangka ditangkap di wilayah Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pada 30 September 2020 lalu.

Apa itu OTP? OTP merupakan password atau kata sandi yang hanya bisa dilakukan sekali pakai, yang dikirimkan oleh bank secara sistem ke nomor hape nasabahnya.

Masa berlaku OTP sebentar saja, yang apabila tidak digunakan oleh nasabah sampai limit waktunya, akan otomatis hangus. Dengan OTP tersebut seseorang bisa bertransaksi, termasuk memindahkan saldonya ke rekening lain.

Adapun dalam kasus di atas, para tersangka mendapatkan OTP dari nasabah yang disasarnya melalui hubungan telepon dengan mengaku sebagai karyawan bank. Mereka meminta korban mengirimkan OTP. Dalih pelaku yang membuat nasabah percaya, karena bank melakukan update sistem. Jika orang lain mendapatkan OTP, dengan gampang rekening nasabah bisa dibobol.

Bagi masyarakat, kasus di atas yang sebetulnya sudah berulang-ulang terjadi, mudah-mudahan menjadi semakin waspada, jangan sampai lengah dengan tutur kata yang sopan sebagaimana gaya standar berkomunikasi karyawan bank dengan nasabahnya.

Pantas diingat, bahwa identitas pribadi seseorang yang seharusnya rahasia, nyatanya banyak beredar, bahkan diperjualbelikan, yang  bisa jadi melibatkan oknum bank. Jangan heran bila nomor hape para nasabah telah bocor ke pihak lain. Maka cara paling aman adalah tidak melayani panggilan dari nomor tidak dikenal. 

Bahkan, seandainya yang menelpon betul-betul karyawan bank, tidak masalah bila diabaikan saja, karena pihak bank bisa menghubungi nasabah melalui pesan singkat. Jika melayani percakapan langsung, ada potensi nasabah tanpa sadar mengikuti permintaan si penelpon. 

Padahal orang bank yang menelpon langsung, lazimnya dari petugas pemasaran yang ingin nasabahnya mencoba produk bank yang lain. Contohnya, bagi para penabung dirayu pula untuk jadi nasabah kartu kredit, atau membeli polis asuransi yang dijual di bank tersebut.

Bank memang lazim melakukan update sistem, tapi pengumuman kepada semua nasabah dilakukan secara serentak melalui pesan singkat, bukan menelpon nasabah satu persatu. Jadi kalau ada telpon dengan mengatakan bank melakukan update sistem, perlu dicurigai.

Apalagi bila orang yang mengaku karyawan bank minta OTP, jangan pernah dilayani, sudah pasti bukan orang bank. Kalaupun orang bank, sudah pasti seorang oknum yang melanggar ketentuan di bank tempatnya bekerja. Tak ada dalam standar prosedur perbankan yang meminta password nasabah.

Jadi, merahasiakan kata sandi, baik berupa OTP atau dalam bentuk lainnya, mutlak harus dilakukan. Memberikan kata sandi sama saja dengan memberikan rekening ke orang lain.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun