Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Revisi UU Bank Indonesia, Langkah Mundur Kembali ke Orde Baru?

5 Oktober 2020   08:22 Diperbarui: 5 Oktober 2020   09:39 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini berbeda dengan sebelumnya di mana BI hanya bisa membeli lewat mekanisme pasar (setelah pasar perdana melalui bursa efek, disebut juga pasar sekunder).

Itulah konsekuensi dari skema burden sharing (berbagi beban) yang telah disepakati pemerintah dan BI untuk menutupi defisit anggaran karena dampak pandemi Covid-19 yang tentu saja tidak terduga dan belum diperhitungkan saat menyusun anggaran belanja tahun 2020 ini.

Dapat diduga, utang pemerintah kepada BI akan semakin membengkak. Hal yang wajar dibandingkan bila pemerintah harus berutang ke luar negeri yang pasti prosesnya tidak gampang, melalui berbagai tahap penilaian. Padahal pemerintah menginginkan aliran uang masuk seketika, mengingat kebutuhan yang mendesak untuk menanggulangi pandemi.

Namun demikian, bila skema burden sharing itu dilanjutkan dengan menurangi independensi BI, tak berlebihan bila disebut sebagai menembak kaki sendiri yang sedang pincang. Atau dalam bahasa sehari-hari, hal ini ibarat "dikasih hati, minta jantung".

Semoga revisi UU BI, jika itu terlaksana, tidak membawa ke kondisi orde baru, ketika BI menjadi alat pemerintah. Independensi BI merupakan salah satu hasil reformasi yang perlu dipertahankan demi terciptanya kestabilan perekonomian yang antara lain ditandai dengan tingkat inflasi yang rendah dan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap uang asing yang terkendali.

Soalnya, seperti yang telah disinggung di atas, bila program pemerintah diboncengi oleh kepentingan politis dari koalisi partai yang berkuasa, maka BI telah terkooptasi dalam arti yang negatif karena ikut-ikutan berpolitik. 

Bukankah dengan dalih untuk pertumbuhan ekonomi atau untuk penciptaan lapangan kerja, bisa saja dibuat program yang menguntungkan partai tertentu?

dok. cnnindonesia.com
dok. cnnindonesia.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun