Pemerintah sendiri mengadakan sensus setiap 10 tahun. Sejak Indonesia merdeka, sensus telah diadakan pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Lalu, untuk tahun 2020 ini, sensus penduduk mulai ikut menyasar kaum marjinal.
Memang, banyak kisah nelangsa dari sensus terhadap warga yang tidak punya tempat tinggal tetap itu, sehingga terkuaklah realitas lain di balik gemerlapnya Ibu Kota.Â
Mereka sering tergusur dari suatu tempat ke tempat lain, namun dengan kondisi yang sama mengenaskan. Maksudnya, kondisinya sama-sama darurat, khas tempat tinggal kaum marjinal.
Seperti sebagian warga yang didatangi petugas sensus di atas, merupakan warga eks penghuni pinggir rel yang tergusur proyek pelebaran Stasiun Tanah Abang. Di titik lain, tak sedikit warga yang tidur beralas kain atau tikar di tepi jalan di pinggur sungai.
Bagi para petugas sendiri sungguh tidak gampang berjuang untuk menemukan dan mendata kaum marjinal. Apalagi sekarang ini dalam kondisi harus selalu mematuhi protokol kesehatan, tentu para petugas akan sangat berhati-hati.
Harapannya, semoga dengan terdatanya kaum yang selama ini terpinggirkan dan tersisih itu, tak ada lagi warga yang luput, atau bahkan tergilas, dalam derap pembangunan di ibu kota.Â
Sungguh ironis, hanya sepelemparan batu dari jejeran gedung-gedung jangkung yang megah, terdapat "sarang" kaum marjinal dengan kondisi yang amat menyedihkan.
Kalau liputan sensus penduduk diperluas menjadi di seluruh Indonesia, maka akan didapat gambaran yang lebih utuh tentang permasalahan yang dihadapi kaum marjinal.Â
Tentu pendekatan yang dilakukan terhadap warga yang tinggal di pulau-pulau kecil di kawasan terluar, atau yang hidup berpindah-pindah di pelosok hutan, akan berbeda. Dan bisa jadi kisahnya tak kalah nelangsanya.
Yang jelas, dengan melakukan sensus penduduk, sangatlah banyak manfaatnya, kita tidak ingin sensus tersebut hanya berhenti sekadar angka statistik semata, tapi betul-betul menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan di instansi terkait atau dalam merumuskan program pembanguan.Â
Jangan pandang kaum marjinal sebagai objek, tapi mereka adalah subjek yang harus didengar aspirasinya dan terjamin hak-hak sosialnya. Belum cukup sekadar memberikan bantuan sosial, atau bahkan menyediakan tempat tinggal.