Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sensus Penduduk dan Kisah Nelangsa Kaum Marjinal

10 Oktober 2020   13:04 Diperbarui: 13 Oktober 2020   11:20 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Gubuk liar kembali berdiri di sepanjang Sungai Ciliwung akibat kurangnya pengawasan dari Pemprov DKI Jakarta pada 2017. (foto: KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

"Jangan pandang kaum marjinal sebagai objek, tapi mereka adalah subjek yang harus didengar aspirasinya dan terjamin hak-hak sosialnya."

Kompas (2/10/2020) menurunkan liputan tentang apa yang terjadi di lapangan saat dilakukannya sensus penduduk di tempat tertentu yang dihuni oleh kaum marjinal. Memang begitulah sensus yang ideal, semua warga, baik yang punya kartu tanda penduduk (KTP)  maupun warga "gelap", harus terdata dengan baik. 

Sebagai contoh, dari liputan Kompas tersebut, yang didatangi petugas adalah kawasan tepian Kali Krukut, Tanah Abang, Jakarta Pusat, tempat para tunawisma merebahkan badan di malam hari di gubuk terpal bekas baliho berukuran sekitar 1 x 2 meter.

Bagi warga yang tinggal normal di rumah-rumah biasa, meskipun bertipe sangat sederhana sekalipun, tentu bisa membayangkan betapa tidak nyamannya tinggal di gubuk seperti itu. 

Tapi kenyataannya begitulah kondisi keseharian sebagian saudara kita yang masih belum beruntung, meskipun pemerintah sudah menggerakkan mesin pembangunan demi kesejahteraan rakyat.

"Bagi para petugas sendiri sungguh tidak gampang berjuang untuk menemukan dan mendata kaum marjinal. Apalagi sekarang ini dalam kondisi harus selalu mematuhi protokol kesehatan, tentu para petugas akan sangat berhati-hati."

Bukan kebetulan kalau petugas sensus mendatangi gubuk terpal itu pada malam hari dari pukul 22.00 hingga 00.00. Soalnya, kalau siang hari, pasti para penghuninya lagi memulung atau berburu pekerjaan yang sifatnya serabutan asal bisa mendapatkan uang sekadar untuk makan.

Tak heran kalau saat petugas memasuki sebuah gubuk dan menyorot ke arah dalam dengan cahaya senter yang dibawanya, terlihat para penghuninya lagi tertidur nenyak, sehingga petugas terpaksa harus berkali-kali berteriak membangunkan satu persatu warga yang tinggal di sana. 

Reaksi kaum marjinal terhadap kedatangan petugas sensus juga beragam. Ada yang mengira akan mendapat bantuan sosial, tapi ada pula yang mengira lagi diadakan razia bangunan liar. 

Petugas harus pintar-pintar menjelaskan tujuan kedatangannya dengan bahasa yang mudah dimengerti, meski petugas tak selalu berhasil melakukan tugasnya. 

Sebagai contoh, ketika petugas mau mendatangi gubuk-gubuk di Kampung Bali, yang berada di sisi belakang Stasiun Besar Tanah Abang, sebagian warga memilih kabur. Petugas sensus sengaja tidak mengejar mereka yang kabur karena khawatir mereka nyemplung ke sungai.

Sensus penduduk memang tidak dikenal oleh kaum marjinal seperti yang dialami oleh pemulung di Tanah Abang tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun