Selalu ada hikmah di balik setiap bencana. Seperti pada bencana pandemi Covid-19 sekarang ini, dengan sangat terbatasnya pergerakan manusia dan juga pergerakan barang, telah memacu perkembangan ekonomi digital dan gig economy menjadi lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Ekonomi digital adalah kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi informasi dan jaringannya sebagai faktor utama dalam menunjang produksi barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.
Sedangkan gig economy adalah suatu kondisi perekonomian di mana status pekerja mengalami pergeseran dari yang bersifat permanen menjadi pekerja kontrak atau pekerja tidak tetap.Â
Tapi, jangan buru-buru menyamakan pekerja kontrak yang dimaksud di atas, sama dengan yang sekarang diprotes oleh kalangan pekerja setelah RUU Cipta Kerja disahkan.Â
Pekerja kontrak yang diprotes sebetulnya bersifat permanen tapi dipenggal-penggal untuk jangka pendek seperti pekerja pabrik, tenaga keamanan, pengemudi mobil kantor, sales promotion girl, operator call center, cleaning service, office boy, dan sebagainya.
Adapun pekerja tidak tetap versi gig economy adalah pekerja independen yang dikontrak per proyek seperti berbagai profesi baru yang berkaitan dengan berita, foto, video, atau hal lain yang bertebaran di dunia maya. Dulu lebih lazim disebut dengan freelancer atau pekerja lepas.
Ekonomi digital mengutamakan kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan dari suatu pelayanan. Sedangkan kata kunci pada gig economy adalah kreativitas, yang mampu melahirkan ide-ide segar yang out of the box.
Tentang ekonomi digital, sebetulnya jual beli melalui e-commerce dan transaksinya diselesaikan melalui e-banking, e-wallet, atau e-money, jauh sebelum pandemi sudah mulai terlihat digandrungi oleh generasi milenial.Â
Namun, dengan terjadinya pandemi, maka perkembangan ekonomi digital tumbuh jauh lebih pesat dari yang diperkirakan semula. Mereka yang dulunya gaptek pun mulai terbiasa dan akhirnya merasa nyaman melakukan aktivitas ekonomi secara digital.
Demikian pula tentang gig economy, jauh sebelum pandemi, dengan berkembangnya penyedia aplikasi multipurpose seperti Gojek dan Grab, banyak sudah terserap tenaga kerja yang bebas mau masuk pukul berapa dan juga waktu selesainya bekerja. Bahkan, kalau lagi malas, tak masalah kalau tidak bekerja. Tentu dengan konsekuensi tidak ada pemasukan.