Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

RCTI Melawan Kehendak Zaman, Kebebasan Berekspresi Terancam?

9 September 2020   18:55 Diperbarui: 9 September 2020   18:53 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RCTI ramai-ramai dihujat warganet karena aksinya mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK), dianggap sebagai upaya melawan kehendak zaman. 

Dengan gampang, warganet menuding RCTI sudah kewalahan untuk menarik minat anak muda agar menonton tayangan mereka, setelah streaming video dengan mudahnya diklik, sehingga membuat program televisi, bukan hanya yang ditayangkan RCTI, tidak lagi menarik.

Betapa tidak, kalau sekarang yang namanya youtuber dapat dikatakan sudah mempunyai stasiun televisi sendiri dan bagi yang laris memikat hati penonton, pundi-pundinya pun jadi menggelembung, karena itu semua bisa dimonetisasi.

Pihak RCTI membantah bila disebutkan tujuan upaya hukumnya akan memberangus kreativitas youtuber dan selegram, justru malah menginginkan perlakuan dan perlindungan yang setara antara anak-anak bangsa (tribunnews.com, 28/8/2020).

Tidak begitu jelas apa maksud kesetaraan yang dikehendaki RCTI. Tapi ada clue dari pernyataan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad M Ramli, secara virtual dalam sidang lanjutan di Mahkamah Agung, Rabu (26/8/2020). Ia menyatakan, jika gugatan RCTI dikabulkan MK, maka penggunaan fitur live di media sosial wajib jadi lembaga penyiaran berizin.

Kalau begitu, seperti dilansir dari isubogor.com (27/8/2020), konsekuensinya adalah Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial, harus berizin.

Warganet boleh-boleh saja menghujat, tapi justru dengan langkah yang diambil oleh RCTI seharusnya membuat pihak yang berwenang menyusun UU, segera terpacu untuk melahirkan produk hukum yang mampu mengikuti gerak kemajuan teknologi.

Selama ini, terhadap konten streaming video, bila ada yang salah, aparat hukum menjeratnya dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau UU Telekomunikasi, karena kalau memakai UU Penyiaran tidak terjerat. 

Padahal UU ITE tidak secara mendalam menyentuh aspek etika penyiaran. UU Penyiaran sendiri adalah produk tahun 2002, yang sudah usang bila dilihat dari maraknya media sosial yang mampu menggantikan tempat media massa arus utama seperti koran dan televisi.

Tapi bila streaming video dinilai sama sekali tidak mempunyai aturan, juga keliru. Penyedia konten seperti YouTube, Facebook, dan Instagram juga memberlakukan aturan dalam setiap kontennya, seperti tidak boleh menampilkan kekerasan, pornografi, mengandung pelecehan, dan sebagainya. Bila ada konten yang melanggar, akan terblokir.

Warga yang merasa dirugikan oleh suatu konten, tetap bisa melaporkan pemilik akun ke pihak berwajib, dengan menggunakan UU yang ada, yakni UU ITE. Memang akan lebih baik bila UU Penyiaran bisa disempurnakan, dengan mengakomodir perkembangan terbaru dalam bidang penyiaran. Namun jiwanya tidak memperpanjang rantai birokrasi. Artinya, streaming video jangan sampai mewajibkan perizinan yang akan mematikan kreativitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun