Selain konsumsi rumah tangga, investasi juga perlu didorong. Berbicara tentang investasi, tentu yang punya daya dorong yang besar adalah yang dilakukan oleh korporasi. Tapi sebagaimana diketahui, pandemi Covid-19 telah memukul banyak perusahaan yang berbuntut terjadinya gelombang PHK massal.
Maka pada akhirnya yang bisa diandalkan adalah pengeluaran pemerintah. Itulah makanya pemerintah sudah beberapa kali mengeluarkan kebijakan yang bersifat memberikan bantuan kepada berbagai kelompok masyarakat yang mengalami penurunan penghasilan yang tajam.Â
Keberhasilan program ini adalah bila distribusi bantuan itu dilakukan secara tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat jumlah. Itupun dengan catatan, mereka yang menerima bantuan dalam bentuk uang tunai, segera berbelanja, agar tercipta multiplier effect.
Namun demikian, khusus bagi korporasi yang masih memiliki kemampuan, sebetulnya sekaranglah kesempatan mencuri start untuk melakukan investasi. Maksudnya, ketika nantinya kondisi ekonomi telah pulih, mereka yang mencuri start ini langsung siap untuk memenuhi lonjakan permintaan dari masyarakat.
Investasi bisa juga dilihat dari kacamata individu, tentu bagi mereka yang masih punya kelebihan dana setelah dipakai buat memenuhi kebutuhan rutin.Â
Banyak pilihan investasi secara individu tersebut, yang pada dasarnya menempatkan dana pada berbagai jenis aset yang berpotensi mendatangkan keuntungan dalam jangka panjang, seperti properti, emas, deposito, dan berbagai jenis surat berharga, termasuk surat utang yang diterbitkan pemerintah.
Di antara sekian banyak alternatif investasi, surat utang pemerintah dengan berbagai nama, sangat layak dipilih oleh mereka yang masih punya simpanan.Â
Ada yang disebut Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Sukuk Ritel (SR), Sukuk Tabungan (ST), dan Savings Bond Ritel (SBR). Meskipun namanya berbeda-beda, namun semuanya dijamin oleh pemerintah dengan imbalan yang dibayarkan setiap bulan lebih tinggi daripada deposito bank papan atas.
Tentu sangat diharapkan pula investasi individu yang bersifat langsung ke dunia usaha, seperti membuka usaha baru atau memperluas usaha yang telah ada. Namun masalahnya kembali pada soal daya beli masyarakat.Â
Bila konsumsi masih tertahan, pelaku usaha masih enggan berinvestasi untuk menambah produksi atau menambah persediaan barang yang dijualnya.
Masalah investasi individu yang dihadapi pelaku UMKM, tentu berbeda dengan individu pemilik korporasi atau para pimpinan puncaknya. Kelompok masyarakat kelas menengah ke atas ini masih bisa mempertahankan gaya hidupnya sesuai dengan status sosialnya yang high class. Hanya yang dikorbankan adalah para pekerjanya yang di-PHK.