Padahal anggapan umum harga rumah selalu naik dari waktu ke waktu. Adapun untuk penjualan rumah baru, kalaupun harganya tidak turun, akan memakan waktu yang lama agar bisa terjual.
Baik, bagi masyarakat umum barangkali yang lebih dipikirkan adalah menyangkut persiapan apa yang harus dilakukannya dalam menghadapi resesi sekaligus deflasi yang sangat berpotensi segera terjadi.Â
Atau boleh jadi masyarakat awam tidak begitu peduli dengan istilah resesi dan deflasi, namun karena merasa penghasilannya semakin berkurang, mereka mencoba memutar otak untuk menemukan ide mau berbuat apa, agar penghasilannya kembali normal.
Sekiranya bantuan sosial dari pemerintah atau dari pihak swasta bisa menjangkau masyarakat marjinal seperti itu secara merata, kondisi mereka akan lebih baik, dalam arti kembali punya uang untuk membeli kebutuhan pokok.Â
Maka PR besar bagi program bantuan sosial adalah bagaimana melakukan pendataan yang akurat berisi daftar orang-orang yang layak menerima dan mendistribusikannya secara cepat.
Adapun bagi kelompok masyarakat yang kondisi keuangannya lumayan baik, mereka membutuhkan referensi untuk bisa memilih langkah yang akan mereka tempuh. Kelompok ini biasanya antusias mengikuti berita perkembangan ekonomi terbaru, termasuk saran-saran dari para ahli perencana keuangan.
Salah satu saran yang sering mengemuka, mengatakan bahwa pada masa ekonomi sulit, prinsip yang harus dipegang adalah cash is the king. Karena prinsip inilah, banyak orang yang menafsirkan sebaiknya masyarakat menahan laju konsumsi dan memperbanyak tabungan. Padahal, penafsiran seperti itu belum tentu sepenuhnya tepat.
Tapi terlalu ngerem belanja malah tidak bagus. Coba pikirkan, bagaimana kalau kita dalam posisi sebagai seorang pelaku  usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika tidak ada pelanggan yang datang berbelanja, tentu pelaku UMKM tersebut gigit jari. Secara makro, selama konsumsi rumah tangga tetap melemah, laju pemulihan ekonomi dipastikan lebih lambat dari prediksi.
Apalagi sekarang banyak orang yang baru terjun berwirausaha karena menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di tempat mereka sebelumnya bekerja.Â
Kalau tidak ada atau sedikit sekali yang berbelanja, malah jadi berbahaya. Jadi, membeli produk dalam negeri yang diproduksi oleh pelaku UMKM, sangat perlu digalakkan.
Berbeda halnya untuk belanja yang demi gengsi dan sifatnya untuk pamer. Demikian juga membeli produk impor, padahal ada produk lokal yang mutunya tidak berbeda jauh, perlu dipikir berulang-ulang, apakah betul-betul diperlukan?