Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada Apa dengan Din Syamsuddin?

20 Agustus 2020   00:07 Diperbarui: 20 Agustus 2020   00:18 7152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. portal-islam.id

Seperti kebanyakan orang Minang lainnya, rujukan saya dalam menjalankan ibadah adalah apa yang dipraktikkan oleh keluarga besar Muhammadiyah. Tidak heran kalau tokoh-tokoh Muhammadiyah relatif sering saya ikuti sepak terjangnya, terutama yang diberitakan oleh media massa.

Salah satu tokoh Muhammadiyah yang menarik perhatian saya adalah Din Syamsuddin, yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dari 2005 hingga 2015.

Pria asal Bima, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, itu pernah pula menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari 2005 hinga 2014, dan berlanjut sebagai Ketua Umum MUI dari 2014 hingga 2015.

Nah, dengan posisi terhormat pada lembaga bergengsi yang tidak berkaitan langsung dengan politik praktis itu, memang selama ini pendapat yang dilontarkan Din terhadap berbagai isu di negara kita, cenderung netral dan menyejukkan.

Maka ketika Din terlihat seperti menjadi figur penting pada acara pendeklarasian gerakan moral yang didirikannya bersama sejumlah tokoh yang selama ini sering berseberangan dengan Presiden Joko Widodo, tak urung membuat sejumlah pihak bertanya-tanya, ada apa dengan Din?

Gerakan moral tersebut menamakan dirinya dengan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), yang dideklarasikan di Jakarta, Selasa (18/8/2020) kemarin.

Selain Din, tokoh lain yang menjadi penggerak KAMI antara lain Gatot Nurmantyo, Rizal Ramli, Achmad Yani, Rocky Gerung, Meutia Farida Hatta, MS Kaban, Said Didu, Refly Harun, Jumhur Hidayat, Abdullah Hehamahua, dan Amien Rais.

Amien Rais sendiri yang merupakan senior Din di Muhammadiyah memang tidak mengherankan kalau ikut menjadi deklarator KAMI. Amien sudah terlalu sering bersuara keras kepada Jokowi.

Tapi terlepas dari sosok Amien, sejatinya Muhammadiyah terkenal dengan kenetralannya. Jika secara pribadi para tokoh Muhammadiyah melontarkan kritik pada pemerintah, dilakukan dengan santun, seperti yang dilakukan oleh Din sebelum aktif di KAMI, atau yang dilakukan oleh Ketua Umum Muhammadiyah saat ini, Haedar Nashir.

Namun harus diakui, meskipun tidak sekental Amien Rais, hasrat politik Din juga cukup kuat, dan sayangnya tidak ada partai politik yang tertarik meliriknya. Lain halnya dengan Amien yang punya partai, meskipun sekarang juga sudah terpental di Partai Amanat Nasional.

Menjadi pertanyaan pula, apakah ada semacam ketidakpuasan pribadi seorang Din Syamsuddin terhadap Jokowi, mengingat Din pernah ditugaskan Jokowi sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Kerjasama Antaragama dan Peradaban. 

Jelaslah bahwa sebenarnya Jokowi mengakui kualitas kepakaran Din, kalau tidak, tidak mungkin jadi utusan khusus. Namun pada September 2018, Din mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Artinya, bukan karena Jokowi yang "memecat".

Jokowi sendiri menduga saat itu Din mengundurkan diri karena ingin netral (tirto.id, 26/9/2020). Harap diingat, pada akhir 2018 tersebut, isu politik menghadapi pilpres 2019 sudah mulai memanas. Bisa jadi Din tidak ingin dianggap sebagai orangnya Jokowi. Boleh jadi pula, kalkulasi politik Din menyimpulkan Jokowi akan terjungkal di pilpres 2019 lalu.

Ternyata Jokowi kembali menduduki kursi presiden. Din pun mengambil sikap yang makin tegas berseberangan dengan Jokowi, mungkin karena sudah kepalang basah, terlanjur pernah mengundurkan diri sebagai utusan khusus.

Dilansir dari suara.com (13/5/2020), Din mengungkapkan bahwa Jokowi pernah minta tolong kepada Muhammadiyah untuk membantu pemerintah menghadapi mafia. Din sendiri mengaku siap dengan tugas tersebut. 

Tetapi setelah itu Din menjadi kecewa. Jokowi itu orang baik, kata Din, namun tidak mampu mengatasi orang-orang yang berniat buruk di sekitarnya, yang hanya ingin mencari untung semata.

Ke mana arah perjuangan Din, masih perlu dicermati. Tapi bila tersembunyi niatnya untuk menjadi presiden atau wakil presiden pada 2024 mendatang, sah-sah saja. Masalahnya, di KAMI sendiri ada banyak tokoh, dan belum tentu semuanya sepakat mendukung Din sebagai tokoh yang mau diusung.

Justru banyak pengamat politik yang menduga, Gatot Nurmantyo lah yang akan diusung oleh KAMI, mengingat posisinya yang mantan Panglima TNI. Gatot sendiri dalam kepengurusan KAMI bertindak sebagai presidium, bersama Din dan tokoh pendidikan dari NU, Rochmat Wahab. 

Itupun juga perlu mendekati partai politik mana yang mau mengusung. Sekarang hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sangat tegas berdiri di pihak oposisi. Apakah PKS mau menampung aspirasi politik KAMI? Belum tentu, mengingat PKS diduga mengutamakan kadernya sendiri.

Kalau begitu, KAMI harus bertransformasi menjadi partai politik. Tapi anggaplah KAMI menjadi parpol, tidak otomatis bisa mengusung para deklaratornya mendai capres atau cawapres.

Mengingat berbagai hal di atas, maka kemungkinan besar KAMI hanya sebagai penyemarak demokrasi di Indonesia saja. Hitung-hitung sebagai sparring partner pemerintah.

Bagus juga ada suara yang berbeda, paling tidak agar pemerintah menjadi lebih hati-hati, karena ada gerakan moral yang mengawasi. Mengharapkan peran DPR sebagai pengawas untuk saat ini sepertinya sulit diharapkan, karena mayoritas anggotanya berasal dari partai pendukung pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun