Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mati-matian Menghadang Resesi dengan Kombinasi Gas dan Rem

22 Agustus 2020   10:10 Diperbarui: 22 Agustus 2020   10:35 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. morgueFile/mconnors, dimuat cnnindonesia.com

Begitu kuartal III-2020 berakhir, akan segera ketahuan apakah di negara kita telah terjadi resesi atau belum. Hal ini bila kita mengacu pada definisi resesi yang dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani, seperti dilansir dari cnbcindonesia.com (18/8/2020).

Sebagai seorang ekonom yang lama berkecimpung menjadi pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tentu saja keterangan Sri Mulyani tentang resesi layak dipercaya.

Nah, menurut Sri Mulyani, resesi akan terjadi di negara kita bila minimal selama dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan ekonomi secara year on year (yoy) yang negatif. Yoy itu artinya dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun lalu, misalnya kuartal II-2020 dibandingkan dengan kuarta II-2019.

Indonesia baru saja mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, tepatnya sebesar minus 5,32 persen, pada kuartal II-2020 lalu. Maka jelaslah, bila pada kuartal III-2020 yang akan berakhir pada 30 September mendatang, kembali terjadi pertumbuhan negatif, tak dapat disangkal lagi, kita telah terpuruk masuk jurang resesi. 

Tentu saja hal tersebut sangat tidak kita harapkan. Namun merupakan langkah yang tepat, bila semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat secara umum, sudah punya skenario, apa yang akan dilakukan bila akhirnya hal yang tak diharapkan itu terjadi.

Mumpung masih ada waktu, meskipun sangat mepet, segala upaya sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah agar resesi tidak terjadi. Ibaratnya, sekarang lagi tahap berjuang mati-matian. Pemerintah harus menjadi pemain utama, karena sektor swasta sudah banyak yang tiarap. Bukti tiarapnya sektor swasta terlihat dari jutaan pekerja yang di-PHK-kan oleh pihak perusahaan tempat mereka sebelumnya bekerja.

Seperti diketahui, pemerintah telah memutuskan untuk menggelontorkan dana yang sangat besar untuk sejumlah program stimulus ekonomi. Tujuannya agar konsumsi rumah tangga dan invstasi kembali pulih. Kontribusi konsumsi rumah tangga dan investasi dalam pertumbuhan ekonomi, sangat dominan.

Program pemerintah dimaksud contohnya berupa pemberian bantuan sosial kepada warga yang terkena dampak kelesuan ekonomi, dan pemberian kartu prakerja bagi yang menganggur atau terkena PHK.

Selain itu juga ada program subsidi pulsa bagi pelajar yang kesulitan membeli paket internet untuk belajar dengan sistem online, bantuan tunai bagi pegawai atau buruh yang bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan, keringanan menunda cicilan kredit ke bank bagi penerima pinjaman yang kesulitan karena omzet usahanya anjlok, bantuan modal pagi pelaku usaha mikro dan kecil, dan sebagainya.

Semua program tersebut berinduk pada grand design yang disebut dengan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini tidak saja diberikan kepada individu seperti beberapa contoh di atas, namun juga pengucuran dana trilunan rupiah kepada sejumlah BUMN. 

Nantinya BUMN tersebut akan mengalirkannya kepada masyarakat yang menjadi konsumennya atau kepada perusahaan yang menjadi rekanannya. Di samping itu, ada pula  corporate social responsibilities (CSR) di masing-masing BUMN yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Di atas kertas, PEN seharusnya mampu menyelamatkan Indonesia agar tidak terjerumus masuk jurang resesi. Masalahnya, ada sejumlah kesulitan pada tahap implementasi, terutama koordinasi antar instansi pemerintah yang tidak gampang dilakukan. Apalagi bila kita berbicara koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi dan selanjutnya berlanjut kepada pemerintah kabupaten dan kota.

Memang secara struktur organisasi, telah dibentuk komite khusus yang diketuai oleh Erick Thohir yang juga menjabat sebagai Menteri BUMN. Erick membawahi dua kelompok besar, yakni satuan tugas yang menangani masalah ekonomi dan satuan tugas yang menangani kesehatan.

Tentu saja yang menjadi PR besar adalah bagaimana memadukan tim ekonomi yang berfungsi sebagai gas untuk menggenjot roda perekonomian, dengan tim kesehatan yang berfungsi sebagai rem. Maksudnya, tim kesehatan harus bekerja ekstra keras agar saat aktivitas di pusat perbelanjaan atau di destinasi wisata mulai dibanjiri pengunjung, tidak berkembang menjadi sumber penularan baru pandemi Covid-19.

Pengunjung yang berlimpah adalah sebagai cerminan dari "ngegas" agar mobil perekonomian bisa dipacu kencang. Tapi jika pengunjung tersebut sebagian besar mengabaikan protokol kesehatan, saatnya menginjak rem. Jadi memang harus tahu, kapan ngegas dan kapan ngerem.

Strategi kombinasi gas dan rem tersebut tidak hanya dilihat dari sisi bagaimana mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Secara individu, masing-masing warga harus paham pula dalam memainkan gas dan rem secara proporsional, agar bergerak sejalan dengan strategi yang dirancang pemerintah. 

Sebagai contoh, bila setelah warga menerima bantuan sosial, namun tidak membelanjakannya, tentu tidak akan "nendang", dalam arti tidak seirama dengan keinginan pemerintah untuk ngegas. 

Atau kalau ngegas dengan gaya ugal-ugalan seperti memborong barang untuk ditimbun, lalu akan dijual mahal ketika barang yang ditimbun jadi langka di pasar, ini jelas merusak perekonomian. Namun tidak bisa pula disalahkan jika ada warga yang sengaja ngerem, dalam arti memperbanyak tabungan. Mungkin maksudnya sebagai persiapan bila nanti betul-betul terjadi resesi, sudah punya dana darurat.

Yang bisa menabung atau menimbun barang, sudah pasti mereka yang masih punya uang. Sedangkan bagi mereka yang betul-betul keuangannya sudah minus, hal pertama yang akan dilakukannya saat menerima bantuan sosial, pasti berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari.

Sedikit masukan bagi mereka yang masih punya simpanan, ada baiknya digunakan membeli obligasi pemerintah, karena oleh pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai program yang sudah direncanakan, termasuk untuk berbagai stimulus ekonomi itu tadi. Perlu diketahui, pemerintah memberikan imbalan bunga yang lebih tinggi ketimbang ditempatkan berupa deposito di bank-bank papan atas.

Gas dan rem punya fungsi yang bertolak belakang. Tapi sekarang harus dikombinasikan secara pas, agar dalam sisa waktu yang kepepet ini menjelang kuartal III-2020 berakhir, resesi bisa kita hadang dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun