Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bantuan Sosial dan Kuitansi Fiktif

19 Agustus 2020   11:15 Diperbarui: 21 Agustus 2020   09:19 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang kuitansi fiktif, saya lumayan banyak tahu karena lama bertugas di divisi akuntansi. Salah satu tugas di divisi ini adalah melakukan pembukuan atas transaksi yang telah didukung oleh dokumen resmi. Kuitansi termasuk dokumen pendukung yang paling dibutuhkan agar transaksi pengeluaran bisa dibukukan.

Banyak hal aneh yang terjadi, tapi saya tidak bisa menolak untuk membukukannya, karena bukti formalnya sudah cukup. Contohnya, untuk transaksi biaya servis kendaraan dinas, perlu kuitansi dari pihak bengkel yang jadi rekanan kantor. 

Saya sudah mencium bahwa ongkosnya digelembungkan, tapi karena di kuitansinya tertulis harga yang mahal itu, dan transaksi itu disetujui oleh kepala divisi logistik yang mengurusi kendaraan dinas, saya tak punya pilihan lain selain melakukan pembukuan. Paling-paling  saya hanya berharap agar nantinya pihak audit mampu menemukan keanehan itu.

Justru di kantor cabang, praktik kuitansi fiktif lebih gila-gilaan, terutama bila kepala cabangnya kebetulan punya integritas yang rendah. Soalnya, kepala cabang itu ibarat raja kecil yang jarang terawasi oleh kepala wilayah, apalagi oleh direksi di kantor pusat. 

Maka jangan heran bila di suatu cabang, pembelian ban untuk kendaraan dinas, terlalu sering terjadi. Padahal, ya tidak dibeli, itu hanya kuitansi fiktif saja, dan uangnya masuk saku si kepala cabang atau oknum lain. Tentu pihak toko penjual ban dapat bagian sedikit, sebagai balas jasa dari pembuatan kuitansi yang dilakukan pihak toko tersebut.

Begitu pula biaya perbaikan pagar halaman kantor, pengecatan gedung, pengadaan bahan cetakan seperti berbagai formulir, pembelian makanan untuk acara tertentu, sering di mark-up.

Tapi itu cerita zaman jahiliah dulu. Mudah-mudahan sekarang tidak ada lagi, karena tingkat penggajian di BUMN yang saya ceritakan ini juga sudah lumayan mencukupi. Apalagi  ditambah dengan bonus. Bila masih ada kuitansi fiktif, itu namanya kebangetan. 

dok. hariansib.com
dok. hariansib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun