Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pekerja Bergaji Kecil Dapat Bantuan, Pemerintah Pilih Kasih?

12 Agustus 2020   10:10 Diperbarui: 12 Agustus 2020   14:19 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebetulnya kondisi keuangan pemerintah tidak bisa disebut bagus, mengingat relatif besarnya komponen utang agar pemerintah dapat menjalankan berbagai program yang telah dirancang. Namun dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang betul-betul memukul perekonomian kita yang sekarang sudah memasuki pertumbuhan yang negatif, membuat pemerintah harus mengambil sejumlah langkah yang bersifat insidentil.

Maka bila pemerintah terlihat royal dalam mengucurkan dana untuk pemulihan ekonomi nasional, itu bukan berarti menghambur-hamburkan uang. Justru ketika ekonomi relatif stagnan seperti sekarang, tak bisa lain, kucuran dana bantuan pemerintah bagi masyarakat yang terdampak, akan berperan besar untuk menggulirkan kembali roda perekonomian.

Betapa tidak. Dengan bantuan tersebut, diharapkan masyarakat mempunyai daya beli, sehingga produksi barang dan jasa kembali bergairah. Begitu juga dengan para pedagang, akan meraih keuntungan dari omzet penjualan yang berangsur normal.

Baru-baru ini pemerintah mengumumkan sebuah kebijakan yang mungkin baru pertama kali terjadi di negara kita. Kebijakan tersebut adalah memberikan bantuan Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan bagi semua pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan. 

Awalnya kabar tersebut terdengar seolah-olah too good to be true, mengingat betapa banyaknya orang yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Pegawai negeri golongan bawah saja banyak yang penghasilannya di bawah Rp 5 juta. Apalagi kalau kita berbicara nasib mereka yang berstatus pegawai honor, guru honor, dan sebagainya.

Kemudian terungkap bahwa ada sejumlah persyaratan bagi pekerja yang bisa mendapatkan bantuan dimaksud. Seperti dikutip dari detik.com (10/8/2020), ada 7 syarat, yakni: (1) berstatus WNI yang dibuktikan dengan Nomor Induk Kependudukan, (2) terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan nomor kartu kepesertaan, (3) membayar iuran dengan besaran iuran yang dihitung berdasarkan upah di bawah Rp 5 juta sesuai upah yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan, (4) pekerja/buruh penerima upah, (5) memiliki rekening bank yang aktif, (6) tidak termasuk dalam peserta penerima manfaat program kartu prakerja, dan (7) terdaftar sebagai peserta aktif di BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan bulan Juni 2020.

Pemerintah tidak main-main dengan menyiapkan anggaran sebesar Rp 37,7 triliun untuk disalurkan kepada 15,7 juta orang. Namun jangan-jangan anggaran tersebut tidak terserap habis, karena para pekerja yang telah di-PHK sebelum Juni 2020, otomatis tidak berhak. 

Makanya ada tudingan bahwa pemerintah terlihat seolah-olah pilih kasih. Mereka yang terkena PHK ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Sudahlah tidak lagi bekerja, tidak pula dapat bantuan Rp 600.000. Namun kalau hal ini kita tanyakan ke pihak pemerintah, jelas jawabannya, bahwa untuk yang terkena PHK harusnya sudah terdata menjadi penerima bantuan sosial.

Selain itu, banyak pula orang yang bekerja dengan gaji katakanlah sedikit di atas Rp 5 juta, tapi karena berbagai potongan, akhirnya yang dibawa pulang jadi di bawah Rp 5 juta. Terhadap yang seperti ini sepertinya tidak bakal dapat bantuan.

Pada dasarnya bencana Covid-19 ini telah menyengsarakan hampir semua kalangan yang berasal dari semua profesi. Pedagang kecil, petani, nelayan, sampai ke supir taksi, supir angkot, tukang pijit, tukang pangkas rambut, dan sebagainya, semua terdampak. Yang selamat adalah mereka yang masih punya tabungan.

Namun lagi-lagi, secara kebijakan pemerintah, semua itu harusnya telah menerima bantuan sosial. Masalahnya pendataan di masing-masing kelurahan atau desa, disinyalir tidak berjalan dengan baik, sehingga masih banyak yang layak menerima, tapi belum tersentuh.

Baik, terlepas dari masih adanya ketidakakuratan data penerima bantuan sosial, kita berharap program bantuan tunai Rp 600.000 per bulan untuk pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan tersebut bisa berjalan sesuai yang diharapkan.

Dengan adanya sejumlah persyaratan yang lumayan ketat di atas, seharusnya tidak ada masalah dengan pendataan, karena data dari BPJS Ketenagakerjaan akan dijadikan acuan.  Jadi segala macam kuruwetan data bisa teratasi.

Hanya saja, tudingan pilih kasih agaknya tidak akan surut. Bahkan, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa negara tidak boleh melakukan diskriminasi  (kompas.com, 7/8/2020).

Maksud Said Iqbal, pemberian bantuan sebaiknya juga menyasar karyawan atau pekerja yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Pekerja yang tidak terdaftar, menurut Iqbal, bukanlah salah pekerjanya, tapi salah manajemen perusahaan tempat mereka bekerja. Lagipula, semua pekerja dianggap telah melakukan kewajibannya dalam membayar pajak, sehingga hak-haknya pun sama.

Bagaimanapun juga, terlepas dari kritik yang dilontarkan sejumlah pihak, program bantuan tersebut tetap merupakan hal yang menggembirakan, agar tingkat konsumsi masyarakat kembali terangkat, sekaligus menggairahkan kembali perekonomian nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun