Sebetulnya kondisi keuangan pemerintah tidak bisa disebut bagus, mengingat relatif besarnya komponen utang agar pemerintah dapat menjalankan berbagai program yang telah dirancang. Namun dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang betul-betul memukul perekonomian kita yang sekarang sudah memasuki pertumbuhan yang negatif, membuat pemerintah harus mengambil sejumlah langkah yang bersifat insidentil.
Maka bila pemerintah terlihat royal dalam mengucurkan dana untuk pemulihan ekonomi nasional, itu bukan berarti menghambur-hamburkan uang. Justru ketika ekonomi relatif stagnan seperti sekarang, tak bisa lain, kucuran dana bantuan pemerintah bagi masyarakat yang terdampak, akan berperan besar untuk menggulirkan kembali roda perekonomian.
Betapa tidak. Dengan bantuan tersebut, diharapkan masyarakat mempunyai daya beli, sehingga produksi barang dan jasa kembali bergairah. Begitu juga dengan para pedagang, akan meraih keuntungan dari omzet penjualan yang berangsur normal.
Baru-baru ini pemerintah mengumumkan sebuah kebijakan yang mungkin baru pertama kali terjadi di negara kita. Kebijakan tersebut adalah memberikan bantuan Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan bagi semua pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan.Â
Awalnya kabar tersebut terdengar seolah-olah too good to be true, mengingat betapa banyaknya orang yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Pegawai negeri golongan bawah saja banyak yang penghasilannya di bawah Rp 5 juta. Apalagi kalau kita berbicara nasib mereka yang berstatus pegawai honor, guru honor, dan sebagainya.
Kemudian terungkap bahwa ada sejumlah persyaratan bagi pekerja yang bisa mendapatkan bantuan dimaksud. Seperti dikutip dari detik.com (10/8/2020), ada 7 syarat, yakni: (1) berstatus WNI yang dibuktikan dengan Nomor Induk Kependudukan, (2) terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan nomor kartu kepesertaan, (3) membayar iuran dengan besaran iuran yang dihitung berdasarkan upah di bawah Rp 5 juta sesuai upah yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan, (4) pekerja/buruh penerima upah, (5) memiliki rekening bank yang aktif, (6) tidak termasuk dalam peserta penerima manfaat program kartu prakerja, dan (7) terdaftar sebagai peserta aktif di BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan bulan Juni 2020.
Pemerintah tidak main-main dengan menyiapkan anggaran sebesar Rp 37,7 triliun untuk disalurkan kepada 15,7 juta orang. Namun jangan-jangan anggaran tersebut tidak terserap habis, karena para pekerja yang telah di-PHK sebelum Juni 2020, otomatis tidak berhak.Â
Makanya ada tudingan bahwa pemerintah terlihat seolah-olah pilih kasih. Mereka yang terkena PHK ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Sudahlah tidak lagi bekerja, tidak pula dapat bantuan Rp 600.000. Namun kalau hal ini kita tanyakan ke pihak pemerintah, jelas jawabannya, bahwa untuk yang terkena PHK harusnya sudah terdata menjadi penerima bantuan sosial.
Selain itu, banyak pula orang yang bekerja dengan gaji katakanlah sedikit di atas Rp 5 juta, tapi karena berbagai potongan, akhirnya yang dibawa pulang jadi di bawah Rp 5 juta. Terhadap yang seperti ini sepertinya tidak bakal dapat bantuan.
Pada dasarnya bencana Covid-19 ini telah menyengsarakan hampir semua kalangan yang berasal dari semua profesi. Pedagang kecil, petani, nelayan, sampai ke supir taksi, supir angkot, tukang pijit, tukang pangkas rambut, dan sebagainya, semua terdampak. Yang selamat adalah mereka yang masih punya tabungan.
Namun lagi-lagi, secara kebijakan pemerintah, semua itu harusnya telah menerima bantuan sosial. Masalahnya pendataan di masing-masing kelurahan atau desa, disinyalir tidak berjalan dengan baik, sehingga masih banyak yang layak menerima, tapi belum tersentuh.