Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Perencana Keuangan Seharusnya Diatur dan Diawasi OJK

29 Juli 2020   00:07 Diperbarui: 29 Juli 2020   12:13 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Financial Planner atau perencana keuangan (selanjutnya disebut PK) merupakan profesi yang sebetulnya sudah lama ada di negara kita. Awalnya profesi ini sebagai bagian dari divisi tresuri yang berada di bank-bank atau di perusahaan yang bergerak di bidang investasi, baik yang menginvestasikan dana milik perusahaan itu sendiri, maupun dana kliennya.

Tapi dalam perkembangannya akhir-akhir ini, PK justru lebih banyak menjadi suatu usaha jasa yang mandiri, seperti halnya pengacara, notaris, akuntan publik, dan sebagainya. Bagus-bagus saja sih, banyak klien individu yang terbantu merencanakan masa depannya setelah melakukan investasi berdasarkan saran dari PK.

Selain yang bergerak atas nama individu, PK yang bekerja di perbankan pun tidak lagi berkutat di divisi tresuri saja. Kalau di divisi tresuri amat jelas tanggung jawabnya, yakni untuk setiap kelebihan dana dari simpanan masyarakat di bank tersebut yang tidak tersalurkan sebagai kredit, akan ditempatkan ke berbagai instrumen keuangan sesuai hasil kajian PK.

Namun seiring dengan makin berkembangnya pelayanan perbankan untuk nasabah segmen khusus, yakni nasabah yang saldo simpanannya di atas jumlah tertentu, PK pun juga dilibatkan untuk memberi advis bagi kelompok nasabah kaya ini, sebagai bagian dari servis bank. Di bank tertentu kelompok ini disebut sebagai nasabah prioritas, yang mendapat ruang pelayanan tersendiri di kantor bank.

Sejauh ini kiprah PK terbilang baik-baik saja, hingga baru-baru ini ditemukan PK yang bikin masalah, sehingga merugikan kliennya. Seperti  yang banyak diberitakan media massa, PT Jouska Finansial Indonesia terlibat dalam kasus investasi bodong. Hal ini antara lain ditulis di detik.com (28/7/2020).

Gara-gara Josuka tersebut, profesi PK pun terkena getahnya, padahal itu hanya perbuatan oknum yang bertindak melebihi batas wewenangnya sebagai PK. Safir Senduk, seorang PK senior, mengaku banyak kliennya mempertanyakan keabsahan layanannya. 

Masyarakat gampang menyamaratakan seolah-olah semua PK memegang uang nasabah, dalam arti bisa mengakses dana nasabah sehingga seenaknya memindah-mindahkannya untuk membeli saham gorengan.

Safir dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak memegang uang kliennya dan tidak menjual produk keuangan tertentu. Dan memang seharusnya PK seperti itu, tidak boleh mengaskes dana nasabah yang ada di rekening dana investor (RDI). 

PK hanya memberi advis semata, dan mendapat fee dari advis yang mereka berikan. Sedangkan yang mengeksekusi apakah akan membeli saham tertentu, obligasi, reksadana, atau instrumen keuangan lainnya, tetap sepenuhnya berada di tangan klien. Klienlah yang menghubungi perusahaan yang khusus bergerak sebagai broker atau perantara dalam perdagangan surat-surat berharga, bukan melalui PK.

Safir Senduk merupakan salah seorang PK yang dulu aktif mengisi rubrik konsultasi keuangan di media cetak dan tampil di acara sejenis dilayar kaca. Yang sekarang juga laris adalah Prita Ghozie, yang menjawab pertanyaan pembaca harian Kompas tentang keuangan dan sering muncul di edisi Sabtu.

Jadi, profesi PK sebetulnya jarang diributkan soal legalitasnya karena bersifat personal. Tapi begitu mencuat kasus Jouska, baru publik tersadar, bahwa ada juga PK yang memanfaatkan ketidaktahuan kliennya. 

Jelaslah, patut diduga ada masalah pelanggaran legalitas terkait dengan apa yang dilakukan Jouska. Namun demikian, kasus tersebut telah memunculkan hikmah, bahwa akhirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkemungkinan besar akan mengatur dan mengawasi profesi ini.

Sebelumnya, OJK dengan kewenangannya yang besar sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, baru menjangkau pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, asuransi, perusahaan sekuritas, lembaga pembiayaan multifinance, dana pensiun, financial technology, perusahaan yang bergerak di bidang pegadaian, dan jasa keuangan lainnya.

Namun demikian, PK seperti luput dari perhatian OJK, barangkali karena selama ini dianggap hal kecil yang hanya memberi advis secara individual, belum terlembaga. Kenyataannya, PK berkembang dengan pesat dan terkesan tumpang tindih dengan perusahaan jasa aset manajemen atau penasehat investasi untuk institusi.

Sebetulnya, bila dilihat dari referensi berita daring, pada tahun 2014 sudah ada pernyataan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Nurhaida, bahwa pihaknya masih harus mengkaji seperti apa kegiatan para PK ini, untuk menentukan apakah PK perlu diatur lembaga tertentu atau tidak (detik.com, 17/4/2014). 

Namun entah bagaimana caranya OJK melalukan pengkajian, hingga enam tahun kemudian, malah belum kelar-kelar hasilnya. Dikutip dari bisnis.com (22/7/2020), OJK mengaku belum memutuskan apakah akan turut mengatur industri PK. Pasalnya, industri yang satu ini melibatkan produk lintas sektor keuangan.

Plt. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II, Yunita Linda Sari, mengatakan bahwa yang menjadi fokus pembahasan OJK adalah karakteristik dan produk yang ditawarkan jasa tersebut. Ternyata produk yang dilibatkan bersifat lintas sektor, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, emas, properti, dan sebagainya, sehingga sulit untuk dikonsolidasikan.

Padahal di OJK, pengaturan dan pengawasannya terkotak-kotak. Untuk bidang perbankan berbeda dengan yang mengatur dan mengawasi asuransi. Sedangkan investasi dalam bentuk emas atau properti di luar kewenangan OJK. Tapi mengingat pentingnya perlindungan atas klien PK, tak bisa lain, OJK sebaiknya mengawasi sepak terjang PK.

Semoga saja OJK mampu lebih cepat bertindak.  Justru harusnya menjadi tantangan, bagaimana caranya agar OJK, meskipun terkotak-kotak, namun ketika dibutuhkan bisa juga dipadukan.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun