Jelaslah, patut diduga ada masalah pelanggaran legalitas terkait dengan apa yang dilakukan Jouska. Namun demikian, kasus tersebut telah memunculkan hikmah, bahwa akhirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkemungkinan besar akan mengatur dan mengawasi profesi ini.
Sebelumnya, OJK dengan kewenangannya yang besar sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, baru menjangkau pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, asuransi, perusahaan sekuritas, lembaga pembiayaan multifinance, dana pensiun, financial technology, perusahaan yang bergerak di bidang pegadaian, dan jasa keuangan lainnya.
Namun demikian, PK seperti luput dari perhatian OJK, barangkali karena selama ini dianggap hal kecil yang hanya memberi advis secara individual, belum terlembaga. Kenyataannya, PK berkembang dengan pesat dan terkesan tumpang tindih dengan perusahaan jasa aset manajemen atau penasehat investasi untuk institusi.
Sebetulnya, bila dilihat dari referensi berita daring, pada tahun 2014 sudah ada pernyataan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Nurhaida, bahwa pihaknya masih harus mengkaji seperti apa kegiatan para PK ini, untuk menentukan apakah PK perlu diatur lembaga tertentu atau tidak (detik.com, 17/4/2014).Â
Namun entah bagaimana caranya OJK melalukan pengkajian, hingga enam tahun kemudian, malah belum kelar-kelar hasilnya. Dikutip dari bisnis.com (22/7/2020), OJK mengaku belum memutuskan apakah akan turut mengatur industri PK. Pasalnya, industri yang satu ini melibatkan produk lintas sektor keuangan.
Plt. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II, Yunita Linda Sari, mengatakan bahwa yang menjadi fokus pembahasan OJK adalah karakteristik dan produk yang ditawarkan jasa tersebut. Ternyata produk yang dilibatkan bersifat lintas sektor, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, emas, properti, dan sebagainya, sehingga sulit untuk dikonsolidasikan.
Padahal di OJK, pengaturan dan pengawasannya terkotak-kotak. Untuk bidang perbankan berbeda dengan yang mengatur dan mengawasi asuransi. Sedangkan investasi dalam bentuk emas atau properti di luar kewenangan OJK. Tapi mengingat pentingnya perlindungan atas klien PK, tak bisa lain, OJK sebaiknya mengawasi sepak terjang PK.
Semoga saja OJK mampu lebih cepat bertindak. Justru harusnya menjadi tantangan, bagaimana caranya agar OJK, meskipun terkotak-kotak, namun ketika dibutuhkan bisa juga dipadukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H