Bila anda seorang pegawai negeri, tentu jaminan masa tuanya telah diurus oleh lembaga khusus yang disebut dengan Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun), yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Memang, salah satu daya tarik kenapa setiap ada seleksi penerimanaan pegawai negeri atau sekarang istilahnya Aparatur Sipil Negara (ASN), adalah karena terdapat jaminan penerimaan pensiun bulanan setelah tidak lagi bekerja di hari tua.
O ya, dari referensi yang ada, ternyata ASN tidak persis sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). ASN tersebut terbagi atas dua kelompok, yakni PNS dan P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Jadi, PNS sudah pasti ASN, tapi ASN belum tentu PNS.
Masalahnya, bagaimana halnya dengan pegawai perusahaan swasta, termasuk juga pegawai perusahaan milik negara, karena yang seperti ini tidak dilayani oleh Taspen. BUMN yang besar, rata-rata punya lembaga khusus yang mengelola dana pensiun, berfungsi seperti Taspen, tapi khusus bagi pekerja di BUMN itu sendiri.
Lembaga khusus tersebut disebut dengan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Semua pekerja akan dipotong sebagian gajinya untuk disetor dan diputarkan oleh DPPK. Nanti, saat pensiun, masing-masing pekerja akan mendapatkan pensiun bulanan yang dibayarkan oleh DPPK dengan rumus tertentu, misalnya sekian persen dari gaji saat tahun terakhir bekerja.
Bila DPPK kurang berhasil dalam memutarkan dana yang dihimpunnya, sehingga tidak mampu membayar uang pensiunan sesuai rumus yang telah ditetapkan, maka terpaksa didrop dana oleh perusahaan pendiri DPPK itu. Inilah yang memeberatkan, sehingga kemudian lahir bentuk baru yang disebut dengan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Besarnya manfaat pensiun yang diterima oleh peserta DPLK, tidak diperjanjikan di depan dengan rumus tertentu seperti DPPK. Tapi sangat tergantung pada kemampuan manajemen DPLK dalam memutarkan dana yang dikelolanya. Bisa lebih besar ketika pengembalian investasi yang dilakukan DPLK mendatangkan hasil yang besar, tapi bisa pula lebih kecil ketika kondisi pasar keuangan sedang tidak kondusif.
Berbeda dengan DPPK, DPLK bersifat lebih fleksibel, bisa menerima kepesertaan dari pekerja di luar perusahaan yang mendirikan DPLK. Bahkan, yang bukan pekerja pun bisa mendaftar secara individu, seperti para pekerja seni, penulis, pedagang, atau jenis pekerjaan dengan pendapatan tidak tetap lainnya. Sehingga mereka yang bukan pegawai, juga bisa menikmati uang pensiun di masa tuanya.
Beberapa DPLK yang termasuk terkemuka sekarang ini adalah DPLK BNI, DPLK BRI, DPLK Mandiri, DPLK Manulife, DPLK Indolife, DPLK Allianz, dan sebagainya. Memang, yang diperkenankan mendirikan DPLK oleh otoritas yang berwenang adalah bank dan asuransi jiwa, tapi tentu yang telah memenuhi sejumlah persyaratan.
Bagi yang ingin mendaftar di sebuah DPLK secara individu, bukan secara kolektif atas nama karyawan sebuah perusahaan, perlu terlebih dahulu mempelajari profil setiap DPLK yang ada, untuk dipilih salah satu yang dinilai paling kredibel.
Saat mendaftar sebaiknya juga sudah punya keputusan, apa jenis investasi yang dipilih, sehingga pengelola DPLK sudah diarahkan akan menempatkan ke mana dana yang disetorkan seorang anggota.