Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanpa Acara Resepsi Pernikahan, Sanggar Seni Tradisional Tak Terselamatkan

26 Juli 2020   07:46 Diperbarui: 26 Juli 2020   08:46 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. tribunnews.com

Dalam adat Minang, saat seorang lelaki menikah, diberi gelar adat oleh pemuka adat setempat. Ketek banamo gadang bagala, adalah cara yang berlaku di sana, yakni waktu kecil seorang lelaki dipanggil sesuai namanya dan sewaktu sudah besar (maksudnya sudah menikah), tidak boleh dipanggil namanya, namun gelarnya, seperti Sutan Bagindo, Sutan Parmato, dan sebagainya.

Menarik pula, bahwa meskipun berbagai suku merantau ke ibu kota Jakarta, tidak berarti para perantau tersebut melupakan akar budayanya. Itulah yang terlihat pada berbagai acara resepsi pernikahan di Jakarta. Acaranya boleh saja digelar di ballroom hotel berbintang lima, tapi budaya yang ditampilkan bukan budaya pernikahan barat.

Seperti telah disinggung sebelumnya, tetap saja yang diperlihatkan kepada para undangan, budaya dari salah satu etnis di Indonesia. Memang tak terelakkan lagi, kadang-kadang juga banyak panitia yang memakai jas dan dasi. Ada musik pop dengan lagu-lagu barat. Tak sedikit pula makanan asing yang dihidangkan buat para tamu. Namun unsur tradisional tidak ditinggalkan sama sekali.

Maka saya sangat yakin, budaya kita tidak akan punah. Meskipun semakin banyak generasi milenial yang terpengaruh dengan hal yang serba luar negeri, baik makanannya, film atau musiknya, sebagaimana maraknya penggemar film dan penyanyi asal Korea Selatan, dapat dipastikan bahwa ketika mereka menikah, meraka masih setia dengan budaya lokal.

Diakui atau tidak, sebetulnya kesenian tradisional terselamatkan oleh adanya acara resepsi pernikahan. Jika tidak ada acara seperti, mungkin sanggar seni tradisional tidak lagi bisa eksis. Maka di tengah hiruk pikuknya tari-tarian dan nyanyian asing, kita pantas bersyukur masih saja ada anak muda dan para remaja yang mau mendalami kesenian tradisional yang dipelajarinya di berbagai sanggar seni.

Masalahnya, dengan terjadinya bencana pandemi Covid-19 di negeri kita yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, sanggar seni budaya tradisional pun sepi dari pesanan untuk tampil di acara resepsi pernikahan. Semoga saja semangat para penggiat seni tradisional tidak ikut hilang, sembari berharap bencana pandemi cepat berakhir di negeri kita tercinta ini.

dok. tribunnews.com
dok. tribunnews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun