Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Punya Banyak Kantong Belanja, tapi Sering Lupa Dibawa

18 Juli 2020   16:25 Diperbarui: 19 Juli 2020   08:57 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Sabtu (18/7/2020) ini, seperti juga pada Sabtu sebelumnya, saya bertugas menemani istri ke pasar swalayan langganan kami di kawasan Jakarta Timur. 

Agak relatif jauh dari rumah saya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Namun, dari pengalaman berpindah-pindah pasar swalayan, yang sekarang jadi tujuan saya, barangnya relatif lengkap dengan harga lebih miring.

Sebetulnya sebelum berangkat saya sudah mengingatkan istri saya agar tidak lupa membawa kantong belanja. Kesalahan saya sewaktu sudah berada dalam mobil menuju ke pasar swalayan dimaksud, saya tidak mengecek lagi apakah istri sudah membawa kantong belanja. 

Padahal, saat ini akibat seringnya kelupaan membawa kantong belanja, kami telah punya sekitar 10 buah kantong berukuran besar, dari bahan bukan plastik dan lumayan tebal, cukup kuat menahan beban sejumlah barang yang kami beli, termasuk yang berat-berat seperti minyak goreng, buah-buahan, dan deterjen berukuran 1800 gram.

Harga kantong tersebut menurut ukuran kantong kami juga terbilang tidak murah, berkisar Rp 15.000 hingga Rp 25.000 per buah.Hanya karena setiap belanja, kami sering lupa membawa, terpaksa membeli lagi kantong belanja yang dipajang dekat meja kasir di pasar swalayan tersebut. 

Karena belanjaan kami lumayan banyak, biasanya membutuhkan tiga kantong agar semua barang bisa dibawa dengan nyaman.

Seperti hari ini, lagi-lagi kami lupa membawa kantong belanja, dan baru ingat sewaktu mendorong kereta belanja ke depan meja kasir. Tapi saya agak keberatan kalau disuruh membeli kantong belanja lagi. Bukan karena sayang dengan uangnya, namun semata-mata karena merasa sudah punya dalam jumlah yang memadai di rumah.

Untunglah pelanggan yang berada di depan saya, yang lagi dilayani kasir, terlihat meminta barangnya dimasukkan ke dalam kardus saja. Dan ternyata kardusnya diberikan si kasir secara gratis. 

Tentu kardus tersebut merupakan kardus bekas dalam kondisi "baru",  setelah isinya disusun di rak yang dipajang di sana. Artinya, bila tidak ada pelanggan yang meminta, bisa jadi kardus bekas itu akan dibuang ke tong sampah.

Maka ketika giliran saya yang dilayani, saya pun juga meminta belanjaan saya dimasukkan dalam kardus. Butuh dua kardus berukuran agak besar untuk barang-barang yang saya beli, tapi masih ada sejumlah barang berupa sayuran yang tersisa, juga makanan yang harus disimpan di freezer seperti chicken nugget dan sosis. Rupanya si kasir diam-diam masih berkenan memberikan kantong plastik sekali pakai yang juga gratis.

Beberapa tahun lalu, kantong plastik seperti itu boleh dipakai, tapi harus dibayar pelanggan. Kalau tidak salah ingat, waktu itu dijual Rp 500 per kantong. Relatif murah memang, sehingga meskipun membutuhkan 10 buah kantong, tetap tidak memberatkan bagi konsumen. 

Akibatnya tujuan pemerintah agar konsumen membawa kantong belanja sendiri yang bukan dari plastik, tidak tercapai.

Tak heran, kebijakan kantong plastik sekali pakai yang berbayar itupun akhirnya tidak diberlakukan lagi. Lalu, khususnya di wilayah DKI Jakarta, sejak 1 Juli 2020 ini, kantong plastik resmi dilarang. 

Larangan itu berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.

Adapun yang dimaksud dengan kantong belanja ramah lingkungan adalah yang terbuat dari bahan daun kering, kertas, kain, polister dan turunannya, dengan ketebalan yang memadai. Kantong tersebut dapat digunakan berulang kali dan dapat pula didaur ulang.

Tentang kebijakan tersebut, tak urung menimbulkan perbedaan pendapat, tidak saja di kalangan masyarakat awam, tapi juga antar sesama pakar lingkungan hidup. 

Ada yang bilang kebijakan tersebut tidak bakal efektif, namun sebaliknya ada pula yang memuji sebagai hal yang akan berkontribusi signifikan dalam rangka memperbaiki kaulitas lingkungan hidup.

Jujur, saya sendiri tidak begitu memahami mana yang betul dan memilih untuk mematuhi kebijakan yang telah diambil pemerintah. Justru yang saya lihat aspek pemantauan dan penegakan hukumnya yang masih lemah.

Bukan saja saya masih melihat banyak pedagang di pasar tradisional yang tetap menggunakan kantong plastik, di beberapa pasar swalayan lain, menurut cerita teman-teman saya, perilakunya juga tidak berubah, dalam arti tetap menyediakan kantong plastik sekali pakai. 

Memang keunggulan kantong plastik terletak pada aspek kepraktisannya dan konsumen tidak perlu susah-susah membawa kantong belanja dari rumah.

Saya sendiri akan berusaha tidak lagi lupa untuk membawa kantong belanja setiap mau ke pasar swalayan. Maka sepulang dari belanja tadi siang, tiga kantong belanja ramah lingkungan yang digantung di bagian luar lemari dapur, saya pindahkan ke dalam mobil butut saya. Paling tidak untuk Sabtu depan, saya tidak lupa lagi..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun