Hari ini Minggu, 12 Juli 2020, bangsa Indonesia memperingati Hari Koperasi. Peringatan ini mengacu kepada pelaksanaan Kongres Koperasi yang pertama kali diselenggarakan sejak kemerdekaan Indonesia. Kongres tersebut berlangsung di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tanggal 12 Juli 1947.
Namun demikian, jauh sebelum itu, ketika masih di era penjajahan Belanda, gerakan koperasi sudah mulai tumbuh di Indonesia, atau saat itu masih disebut dengan Hindia Belanda.
Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Gerakan ini merupakan semacam "perlawanan" terhadap gerakan ekonomi bergaya kapitalis yang mengutamakan pemupukan modal. Sedangkan bagi koperasi, justru gotong royong antar sesama anggotanya yang menjadi modal utama.
Jika di suatu perusahaan terdapat satu orang pemodal yang memiliki saham mayoritas, maka orang tersebut bisa menguasai perusahaan itu. Hal ini di koperasi tidak berlaku. Karena semua anggota punya hak dan kewajiban yang sama, termasuk dalam pengambilan keputusan dalam forum rapat anggota.Â
Bisa jadi simpanan masing-masing anggota, dilihat per individu relatif kecil. Tapi dengan berhimpunnya banyak anggota, yang juga aktif bertransaksi di koperasi tersebut, maka secara akumulatif menjadi kekuatan untuk mengembangkan usaha.
Boleh dikatakan bahwa kerja sama merupakan roh dari koperasi yang dalam bahasa Inggris disebut dengan cooperation. Kerja sama ini jika dilihat dalam budaya Indonesia, tak salah bila disebut dengan gotong royong. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gotong royong adalah bekerja bersama-sama, tolong menolong, atau bantu membantu. Gotong berarti bekerja dan royong artinya bersama.
Jadi jelaslah, koperasi itu lebih demokratis dan kekutannya ada pada kebersamaan para anggotanya. Makanya jumlah anggota yang banyak, menjadi salah satu indikator keberhasilan koperasi. Tapi tentu yang dimaksudkan di sini adalah anggota yang tertib dalam menyimpan uang simpanan, baik dalam jumlah yang tetap setiap bulan, maupun dalam jumlah yang bersifat suka rela.
Tidak terbatas hanya dalam menyetor simpanan saja, semua anggota diharapkan aktif bertransaksi di koperasi, sehingga keuntungan koperasi akan bertambah. Toh keuntungan itu akan kembali lagi kepada anggota yang dibagikan setelah disepakati pada forum Rapat Anggota Tahunan (RAT). Keuntungan yang dibagikan tersebut, diistilahkan sebagai sisa hasil usaha (SHU).
Jika koperasi tersebut menjual barang-barang kebutuhan pokok, ya anggotanya harus aktif berbelanja di koperasi itu. Jika koperasi itu berupa koperasi produksi, misalnya koperasi pengrajin batik, maka anggotanya membeli bahan baku atau alat-alat lainnya melalui koperasi. Jika berupa koperasi pertanian, anggotanya membeli pupuk di koperasi tempat mereka jadi anggota.
Sayangnya, koperasi yang bergerak di sektor produksi seperti koperasi yang beranggotakan para petani, nelayan, atau pengrajin, relatif tidak terlalu berkembang. Justru yang banyak berkembang adalah koperasi simpan pinjam, di mana para anggotanya boleh meminjam di koperasi dengan dikenakan bunga yang biasanya sedikit lebih besar ketimbang bunga bank.
Baik, bila koperasi simpan pinjam ternyata bisa berkembang lebih cepat, tentu patut disyukuri, meskipun lebih mendorong sifat konsumtif, bukan produktif. Namun yang perlu direnungkan dalam menyambut peringatan Hari Koperasi, betapa sebetulnya semakin banyak koperasi yang kehilangan "roh". Maksudnya yang diandalkan bukan lagi nilai gotong royong dari para anggotanya, tapi pemupukan modal sebagaimana perusahaan biasa.