Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Nasabah Antre Ambil Uang, Bagaimana Prospek Bank Bukopin?

2 Juli 2020   06:19 Diperbarui: 2 Juli 2020   20:30 1812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bank Bukopin Jalan MT Haryono Jakarta, Selasa 30/6/2020 (dok. Kontan/Fransiskus Simbolon)

Berita soal nasabah Bank Bukopin yang ramai-ramai antre mengambil uangnya, baik di kantor-kantor cabang bank tersebut selama jam kerja atau di anjungan tunai mandiri (ATM) sepanjang siang dan malam, menarik untuk dicermati.

Seperti yang terlihat pada tayangan berita salah satu stasiun televisi pada Rabu (1/7/2020) pagi, ada liputan dari ATM yang terdapat di lingkungan kantor pusat bank itu di Jalan MT Haryono, Jakarta. 

Dilaporkan oleh si reporter bahwa pada jam 3 dini hari, ada nasabah yang tidak kebagian nomor antrean karena mereka yang boleh mengambil uang dibatasi jumlahnya oleh petugas.

Tak pelak lagi, inilah yang disebut dengan rush, suatu kondisi di mana nasabah sudah tidak percaya dengan bank tempatnya menyimpan uang, sehingga terjadilah aksi mengambil kembali uangnya secara beramai-ramai dalam waktu yang bersamaan.

Padahal yang namanya bisnis perbankan adalah bisnis atas dasar kepercayaan. Soalnya mereka yang menabung di sana, memercayai bahwa uangnya akan aman, bahkan akan ditambah dengan imbalan, baik berupa bunga atau bagi hasil dalam sistem perbankan syariah.

Namun perlu diingat, jika sebuah bank dalam kondisi sakit "stadium 2", lalu di-rush, maka justru akan memperparah penyakitnya, sehingga bisa saja membuat bank tersebut terkapar karena sekarat.

Jangankan yang masih stadium 2, bank yang sehat sekalipun bila di-rush, tidak akan kuat. Karena bukankah uang yang disimpan nasabah tersebut tidak lagi berada di laci bank, namun sudah dipinjamkan oleh bank itu kepada nasabah peminjam? 

Harapan bank adalah agar para peminjam akan lancar mengembalikan pinjamannya ke bank, sehingga ketika si penyimpan datang mengambil uangnya, bank tidak kesulitan memberikannya. Kenyataannya, bank lazim menghadapi masalah kredit macet, di mana para peminjam tidak mampu mengembalikan pinjamannya secara tepat waktu sesuai perjanjian.

Tapi kredit macet dalam jumlah yang dapat ditoleransi, sudah masuk dalam kalkulasi pihak bank, sehingga tidak menyulitkan bank bila para penabung mengambil uangnya dalam kondisi normal. 

Kondisi normal itu artinya pihak bank sudah hafal pada tanggal atau hari tertentu, nasabah akan ramai mengambil uang. Sedangkan pada hari lainnya, malah banyak yang menyetor untuk menambah saldo simpanannya. 

Akan berbeda masalahnya jika semua nasabah mengambil uang secara serentak, ya habislah bank itu, karena bank tak mungkin juga menagih ke para peminjam secara mendadak pula. 

Maka yang paling memungkinkan adalah bank yang di-rush meminjam uang ke bank lain, bila tidak mendapat kucuran bantuan likuiditas dari pemerintah atau dari Bank Indonesia (BI). Masalahnya, jika publik mengetahui ada bank yang meminjamkan dana dalam jumlah besar ke Bukopin, jangan-jangan gantian bank yang membantu itu menjadi sasaran rush nasabahnya pula.

Jadi, sangat penting dihindari rush yang menular ke bank lain, yang disebut juga dengan domino effect, karena bisa menggoyahkan perekonomian nasional karena berbuntut dengan terjadinya krisis moneter.

Bank Bukopin Jalan MT Haryono Jakarta, Selasa 30/6/2020 (dok. Kontan/Fransiskus Simbolon)
Bank Bukopin Jalan MT Haryono Jakarta, Selasa 30/6/2020 (dok. Kontan/Fransiskus Simbolon)
Sebetulnya masyarakat, khususnya nasabah Bukopin, dapat ditenangkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bukankah karena belajar dari krisis moneter 1998, akhirnya berdirilah LPS untuk menjamin simpanan masyarakat di bank-bank peserta penjaminan? Bukopin adalah salah satu peserta LPS.

Tentu saja yang dijamin LPS adalah simpanan yang memenuhi persyaratan, yakni per individu tidak lebih nilainya dari Rp 2 miliar, suku bunga simpanan yang diterima nasabah tidak lebih besar dari maksimal suku bunga penjaminan LPS, dan simpanan tersebut tercatat pada pembukuan bank.

Sayangnya, belum begitu terberitakan apa upaya LPS untuk meredam kepanikan nasabah Bukopin. Bisa jadi karena LPS sangat yakin Bukopin akan diselamatkan, karena ada saham pemerintah sebesar 8,917 persen dan karenanya di bank tersebut ada komisaris yang mewakili pemerintah.

Lagi pula sekarang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas bank-bank telah menugaskan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk memberikan bantuan teknis, terutama dalam mengatasi kesulitan likuiditas yang terjadi di Bukopin.  

Jadi sebetulnya prospek bank ini relatif masih cukup baik. Tapi cita-cita awal dari para pendirinya di tahun 1970 dulu memang telah melenceng jauh. Ketika itu Bukopin adalah singkatan dari Bank Umum Koperasi Indonesia, dan didirikan oleh beberapa induk koperasi.

Sekarang Bukopin hanya sekadar nama, bukan singkatan, dan juga tak ada kaitan dengan perkoperasian. Pemegang saham pengendalinya adalah Bosowa Corporindo yang menguasai sekitar 23,395 persen saham. Lalu diikuti oleh Bank asal Korea Selatan, Kookmin Bank, dengan 21,996 persen.

Sebagai bank yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), saham Bukopin sebesar 45,692 persen dimiliki oleh masyarakat secara individual. Tak begitu jelas apakah di antara para pemegang saham publik ini, ada yang punya saham dalam jumlah besar sehingga punya power dalam pengambilan keputusan.

Daftar komposisi pemegang saham Bukopin di atas bersumber dari data BEI yang dilihat Minggu (17/5/2020) dan dimuat oleh situs berita bisnis.com (18/5/2020).

Berita yang santer mengemuka saat ini, Kookmin ingin menyuntikkan modal yang lebih besar ke Bukopin. Tapi bila Bosowa tidak ikut menyuntikkan tambahan modal, maka persentase kepemilikan Bosowa akan terdilusi, sehingga nakhoda Bukopin akan beralih ke bank asal negeri ginseng itu.

Maka ketegasan OJK sangat diperlukan dalam mengatasi bila misalnya ada perselisihan antara Bosowa dan Kookmin tersebut. Soalnya, hingga tulisan ini ditulis, belum juga jelas bagaimana realisasi dari penambahan modal yang pasti sangat diperlukan oleh manajemen Bukopin dalam menyehatkan banknya kembali.

Jangan karena dua gajah bertarung, investor pemegang saham publik kelas receh menjadi korban. Demikian pula para penabung yang antre mengambil uangnya, juga menjadi korban, karena di sejumlah ATM Bukopin, nasabah tidak bisa menarik uangnya (baliexpress.jawapos.com, 25/6/2020).

Namun bagaimanapun kisruhnya Bukopin, prospeknya masih relatif bagus. Kalau tidak, tentu Kookmin tidak tertarik untuk menyuntikkan dananya. Namun sekali lagi ketegasan OJK dan penjelasan LPS sangat diperlukan untuk menenangkan masyarakat, khususnya nasabah Bank Bukopin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun