Presiden Joko Widodo mulai memperlihatkan sikap marahnya kepada beberapa orang menteri. Persoalannya, anggaran negara yang sudah ratusan triliun rupiah dialokasikan untuk penanganan pencegahan pandemi Covid-19 dan penanggulangan dampaknya terhadap perekonomian, justru seret dalam merealisasikan pengeluarannya.Â
Tentu saja akibatnya, berbagai pihak yang diharapkan menerima berbagai insentif atau bantuan, seperti dokter dan tenaga medis, masyarakat yang memerlukan bantuan sosial, ataupun para pelaku usaha mikro dan kecil yang memerlukan fasilitas khusus, belum banyak yang menerima sesuai harapan.
Ini memang ibarat "maju kena mundur kena". Mempercepat realisasi pengeluaran anggaran, bila tidak dilakukan secara tepat, akan menjadi "santapan" instansi yang melakukan audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Â
Jika tidak melakukannya, atau melakukannya dengan sangat terlambat, artinya tidak saja mereka yang berhak menerima bantuan masih akan sangat kecewa, tapi juga bisa berakibat pencopotan jabatan menteri.
Presiden Jokowi sudah mengancam melakukan reshuffle kabinet dengan tidak segan-segan akan mengganti beberapa menteri yang dinilai kinerjanya rendah.Â
Beberapa media menilai kemungkinan gertakan itu ditujukan kepada Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, dan menteri yang membidangi koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah.
Akuntabilitas penggunaan anggaran memang jadi persoalan runyam. Ada dua masalah besar, yakni serapannya yang rendah secara kuantitas, dan kualitasnya pun rendah dalam arti tidak tepat sasaran, tidak tepat waktu, tidak tepat penggunaan, bahkan bisa juga tidak tepat jumlah bila ada oknum yang menyunat.
Meskipun peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekarang ini dianggap tidak segalak periode sebelumnya, tapi tetap saja membuat para pejabat pemerintah harus memperhitungkannya.Â
Demikian juga ketika menghadapi pemeriksaan rutin oleh BPK, instansi yang diperiksa harus mampu menunjukkan dokumen yang lengkap dan benar sesuai ketentuan yang berlaku.
Makanya dari pada bermasalah dengan aparat hukum, adakalanya pejabat pemerintah cenderung bermain aman. Biarlah serapan anggaran rendah, sepanjang atas semua yang telah dikeluarkan, bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. Artinya, fakor kuantitas menjadi korban dari faktor kualitas.
Jadi, kembali pada Presiden Jokowi yang memperlihatkan kejengkelannya, publik menangkapnya sebagai hal yang wajar. Kesabaran seorang presiden tentu ada batasnya.Â