Akhirnya bila zaman dulu rata-rata seorang anak baru pada usia 24 atau 25 tahun menyelesaikan studi di perguruan tinggi dan berburu lapangan pekerjaan, sekarang hal yang sama dilakukan oleh anak usia 21-22 tahun.
Makanya tak salah-salah amat kalimat yang tercantum pada poster demo di atas. Memang bagi sebuah perusahaan, bila mendapat pelamar pekerjaan yang berusia lebih muda, cenderung lebih disukai ketimbang pelamar yang lebih tua, dengan catatan nilainya sama saat diseleksi.
Dengan menerima yang lebih muda, perusahaan bisa menggunakan tenaganya lebih lama, sampai katakanlah memasuki usia pensiun yang sekarang ini di banyak perusahaan atau instansi pemerintah pada usia 56-58 tahun.
Jadi, tidak salah juga para orang tua yang ingin anak-anaknya dalam usia lebih muda sudah masuk sekolah, sepanjang tidak merampas hak anak untuk bermain. Prestasi sekolah si anak yang mendapat nilai lebih baik, kemungkinan tidak akan tercapai bila si anak merasa stres dipaksa orang tuanya belajar.
Tapi mendahulukan yang lebih tua, juga bisa dipahami karena daya tampung sekolah yang terbatas. Akan terjadi pemerataan di mana sekolah favorit akan dihuni siswa yang lebih tua (mungkin prestasi akademisnya tidak sebagus yang muda), sehingga ada kesempatan "kocok ulang" sekolah favorit.Â
Kalau tidak begitu, akan ada sekolah favorit yang itu-itu saja. Bukan karena kehebatan guru-gurunya, namun karena sudah punya nama, sehingga setiap tahun hanya terbatas menampung siswa dengan nilai yang lebih tinggi saja.
Ngomomg-ngomong, bisik-bisik di kalangan guru sebetulnya dalam PPDB kali ini, faktor usia menjadi pilihan karena semua proses pembelajaran, termasuk ujian akhir sekolah, pada tahun ini semuanya memakai sistem online. Tentu ini sebagai dampak bencana virus corona sehingga harus ada pembatasan sosial yang tidak memungkinkan kegiatan sekolah secara tatap muka di dalam kelas.
Ada dugaan nilai masing-masing sekolah, tidak lagi sesuai standar dan karenanya tidak dapat diperbandingkan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang menggunakan nilai ujian nasional (UN). Apakah dugaan tersebut betul? Pemerintah perlu transparan dalam memberikan penjelasan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI