Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Larangan Memberi Tip ke Tukang Parkir di Mal, Akankah Efektif?

5 Juli 2020   08:00 Diperbarui: 5 Juli 2020   08:09 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mal-mal di Jakarta sudah mulai ramai lagi dikunjungi mereka yang ingin berbelanja, setelah ditutup selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sekian lama masyarakat terkurung di rumah, tentu saja ketika mal boleh dibuka kembali, menjadi kesempatan untuk menghilangkan kebosanan.

Di hari libur, biasanya mal-mal akan menerima pengunjung dalam jumlah yang lebih banyak. Pada saat itu, bukan hal yang gampang bagi pengunjung yang datang menggunakan kendaraan pribadi untuk mendapatkan tempat parkir.

Jangan heran bila pengendara mobil telah mengambil tiket parkir yang keluar dari mesin setelah memencet tombol, ketika masuk gedung parkir, akan celingak celinguk mencari space yang kosong. Tak jarang terpaksa berputar-putar dulu sambil mengawasi kendaraan mana yang kelihatan mau keluar.

Dalam kondisi sulit mendapatkan tempat parkir seperti itu, petugas berseragam yang diharapkan bisa  memandu, malah tidak kelihatan batang hidungnya. Padahal peranannya dibutuhkan untuk mengarahkan pengendara agar bisa mendapatkan tempat parkir dan sekaligus memandu maju mundur kendaraan agar pas masuk space yang kosong.

Namun, ketika mobil mau keluar, entah dari mana, tiba-tiba tukang parkir dengan gesit berlari mendekati pengendara. Lalu si tukang parkir ini sangat tangkas mengarahkan dengan berteriak, kiri, kanan, balas, dan teriakan lain khas tukang parkir. Padahal mungkin tanpa diarahkan pun tidak begitu sulit bagi pengendara, berbeda halnya dengan saat memarkir kendaraan.

Jelas motif si tukang parkir berlagak sok sibuk itu, agar si pengendara bermurah hati menjulurkan tangannya untuk memberi tip. Bagi yang punya uang pecahan kecil, akan memberi satu lembar uang Rp 2.000. Tapi kebanyakan memberi Rp 5.000.

Tak ada kewajiban pengendara memberi tip karena biaya parkir nanti akan ditagih saat di gerbang keluar, di mana ada petugas yang meminta tiket parkir dan mengentri nomor kendaraannya di komputernya. Berikutnya akan diketahui lamanya parkir dan biaya resmi yang harus dibayarkan pengendara. Pembayaran biaya parkir di mal-mal sekarang ini banyak yang memakai sistem non tunai.

Adapun tip ke tukang parkir merupakan ongkos tidak resmi, boleh dikatakan semacam pungutan liar suka rela. Bila tidak diberikan tip, tidak menjadi masalah. Hanya saja, bila si juru parkir sudah menghafal wajah pengunjung yang pelit itu, jika datang ke mal itu lagi, mungkin tidak akan dibantunya.

Ada juga tip yang sering diberikan pengendara setelah membayar resmi di gerbang keluar. Biasanya begitu meninggalkan area mal dan akan memasuki jalan raya, ada lagi pak ogah yang tidak berseragam, yang mengarahkan pengendara. Maka pengendara pun siap-siap untuk menjulurkan tangan, memberi tip lagi. 

Nah, sekarang tampaknya kondisi seperti gambaran di atas, dicoba untuk ditertibkan oleh pihak manajemen mal. Seperti yang diberitakan oleh kompas.com (17/6/2020), pengunjung dilarang memberi tip kepada petugas parkir di mal. Alasannya, semua petugas parkir yang berseragam sudah mendapatkan gaji dari perusahaan yang diberi hak untuk mengelola area parkir.

Tujuan pelarangan ini adalah untuk menanamkan citra positif, baik untuk mal secara keseluruhan, maupun bagi pelayanan parkir di mal tersebut. Bila pengunjung  masih terbiasa memberikan tip, dikhawatirkan pelayanan si juru parkir terhadap pengunjung yang tidak memberikan tip, akan berkurang kualitasnya. Bahkan bisa jadi si juru parkir mengeluarkan kata-kata kasar yang berpotensi memancing adu mulut dengan pengunjung.

Karena sikap pelayanan yang tidak memenuhi standar prosedur yang ditetapkan pengelola berpotensi mencoreng citra mal tersebut, maka larangan memberi tip cukup logis. Masalahnya tidak gampang juga melarang pengunjung yang memberikan tip dengan ikhlas atas dasar rasa kasihan atau dengan motif berbagi rezeki dengan orang yang dianggap layak dibantu.

Kemudian soal lain lagi, tidak gampang juga bagi pihak pengelola parkir untuk mengawasi tingkah laku semua anak buahnya, khususnya juru parkir di setiap lantai ruang parkir. Memang ada cctv atau alat lain yang bisa membantu. Tapi belum tentu efektif, soalnya harus menambah satu pegawai yang ditugaskan memelototi cctv. Bahkan mungkin menambah dua pegawai untuk dua shift.

Memberi tip buat juru parkir atau pak ogah, sudah lama membudaya di negara kita. Hanya ada yang memberinya dengan ikhlas, ada pula yang sambil ngedumel. Sedangkan dari sisi si juru parkirnya, ada yang tidak bermaksud minta tip, tapi akan menerima jika diberi, ada pula yang seperti memancing agar diberi tip.

Coba saja dilihat, akankah larangan memberi tip kepada juru parkir di mal-mal di Jakarta bisa berjalan dengan baik dalam jangka waktu yang lama, sehinga terbentuk budaya baru dengan pelayanan yang lebih baik, dalam arti jelas hak dan kewajiban bagi pengunjung.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun