Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Krisis 1998 Membangkrutkan Konglomerat, Sekarang Mendera Semua Lapisan Masyarakat

26 Juni 2020   07:10 Diperbarui: 26 Juni 2020   07:40 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adapun sekarang ini, diam-diam terjadi keresahan pada mereka yang terkena PHK. Dan bukankah bos-bos yang mengambil keputusan mem-PHK-kan pekerjanya adalah kalangan berduit? Bangkrutkah perusahaan mereka? Bukankah mereka tidak begitu bermasalah dengan utang dalam valuta asing?

Kemudian terhadap utang para pengusaha ke bank, pihak regulator juga memperkenankan perusahaan peminjam mengajukan permohonan relaksasi, berupa penundaan cicilan pembayaran ke bank. Artinya, meskipun perlu penelitian yang lebih akurat, sekilas terkesan bahwa para pengusaha papan atas tidaklah semenderita konglomerat saat krisis moneter dulu.

Tapi harus diakui bahwa banyak pengusaha yang menghadapi masalah turun tajamnya omzet penjualan mereka. Dan ternyata yang dikorbankan duluan adalah para karyawan. Maka ada jutaan orang penganggur baru, mantan pekerja di perusahaan dan pabrik yang terkena PHK.

Betul bahwa mereka yang di-PHK sedang diproses untuk mendapat kartu prakerja. Namun sampai sekarang kartu ini masih terganjal soal tata kelolanya yang perlu dibenahi terlebih dahulu.

Jadi, tanpa bermaksud menyangkal pendapat seorang bankir senior sekaliber Jahja Setiaatmadja, agaknya perlu ditambahkan sedikit catatan. Memang benar bahwa semua lapisan terkena dampak pandemi. Buktinya banyak perusahaan yang mengalami penurunan omzet. 

Tapi yang betul-betul terpuruk saat ini adalah lapisan kelas bawah yang tidak bisa mencari nafkah karena pembatasan sosial, serta mereka yang mungkin tadinya sudah menyentuh batas bawah kelas menengah karena mendapat upah di atas atau sama dengan UMR, namun sekarang menyandang status pengangguran.

Tentu ada pengecualian, seperti pelaku ekonomi yang kreatif dan masih bergerak melalui perdagangan secara online. Demikian juga yang jeli memanfaatkan situasi dengan menjual alat pelindung diri (APD), lagi menikmati masa keemasannya.

Namun terlepas dari beberapa pengecualian di atas, dapat dimengerti kalau pemerintah masih perlu melanjutkan program pemberian bantuan sosial bagi masyarakat yang kondisinya sudah sulit untuk membiayai kehidupannya sehari-hari.

Demikian pula mulai dibukanya kembali mal-mal, objek wisata yang mulai menerima pengunjung, dan beroperasinya ojek online, juga bisa dimengerti.  Tentu dengan catatan, warga yang mulai bebas ke luar rumah, tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan, seperti dengan menggunakan masker, menjaga jarak sekitar 1 meter dengan orang lain, dan selalu membawa hand sanitizer untuk mencuci tangan.

Kesimpulannya, setiap krisis pasti memakan jumlah korban yang besar. Tapi krisis karena pandemi sungguh berbeda. Upaya pemulihan ekonomi mesti dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar jangan menjadi bumerang.

dok. merdeka.com
dok. merdeka.com
.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun