Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pada Dasarnya Semua Orang Senang Membicarakan Dirinya Sendiri

16 Juli 2020   09:22 Diperbarui: 17 Juli 2020   15:29 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kumpul dengan teman (Sumber: pexels/fauxels)

Anda mungkin jengkel bila punya saudara, teman, atau bahkan mungkin pasangan hidup yang sangat pendiam. Kalau lagi berdiskusi, orang seperti itu lebih banyak mendengar, sehingga yang berbicara pun bosan karena tidak tahu apakah si pendiam itu memahami apa yang dibicarakan atau tidak.

Atau bisa juga si pendiam itu memahami apa yang dibahas, namun dengan tidak memberikan tanggapan, tidak jelas apakah ia setuju atau menolak. Akhirnya pakai jalan pintas dengan mengajukan pertanyaan langsung. Itupun kadang-kadang tidak dijawabnya. Menjengkelkan bukan?

Tapi di sisi lain, anggaplah si pendiam sebagai ekstrim kiri, maka yang punya posisi di ekstrim kanan adalah mereka yang sangat gemar berbicara, sering juga disebut "bocor". 

Ada-ada saja yang dikomentarinya. Bahkan, tanpa ditanya atau tanpa dipancing, mereka akan membicarakan aktivitasnya sendiri, keinginannya, termasuk pula hal-hal yang bersifat pribadi yang seharusnya menjadi rahasia dirinya.

Secara persentase, baik mereka yang berada di sisi ekstrim kiri, maupun yang berada di sisi ekstrim kanan, tidaklah banyak. Mayoritas kita, diakui atau tidak, berada in between kedua titik ekstrim itu. Ada yang cenderung pendiam, namun tidak betul-betul pendiam. Ada pula yang cenderung suka ngoceh, tapi tidak betul-betul "bocor".

Apapun kecenderungannya, pada dasarnya semua orang senang membicarakan dirinya sendiri. Hanya intensitas atau frekuensinya yang berbeda. Ada yang lebih sering membicarakan diri sendiri ketimbang yang lain. Ada pula yang lebih intens dalam arti mengupas sesuatu tentang dirinya secara lebih rinci ketimbang yang lain.

Sejak maraknya media sosial, mulai terlihat lebih banyak orang yang tadinya berada di titik yang dekat ke ekstrim kiri, secara tidak disadarinya mulai bergerak ke arah ekstrim kanan. Jangan heran kalau sekarang bersliweran foto selfie seseorang di media sosial, termasuk menuliskan aktivitas kesehariannya.

Mereka yang tidak aktif di media sosial pun juga punya cara untuk menceritakan dirinya sendiri. Contohnya, diam-diam, coba amati apa yang terjadi di ruang tunggu praktik seorang dokter. 

Anggaplah ada dua orang pasien berusia di atas 60 tahun yang lagi menunggu. Faktor usia perlu ditekankan, karena bila usianya relatif muda, pasti kesibukannya di ruang tunggu adalah bermain gawai.

Tapi bagi orang tua yang gaptek, saling bertegur sapa, meskipun dengan orang yang belum dikenal, menjadi kebutuhan untuk bersosialisasi. Maka dua orang pasien itu pun terlibat ngobrol sambil menunggu dipanggil masuk ke ruang praktik dokter.

Tentu pasien yang lebih senang ngobrol akan berinisiatif mengajukan pertanyaan pada pasien yang agak pendiam. Umpamanya, pertanyaan basa basinya adalah, "Bapak lagi sakit apa, kok periksa ke dokter?", sependiam-pendiamnya seseorang, pastilah ia akan menjawab. Tak menjawab sama dengan tidak tahu sopan santun.

"Saya merasa nyeri di dada", anggaplah begitu jawaban pasien yang ditanya di atas. Nah, bagi orang yang senang berceloteh, sebetulnya begitu ada seseorang yang mau diajak ngobrol, menjadi kesempatan baginya untuk berpanjang lebar bercerita tentang dirinya sendiri. Maka meluncurlah dari mulut pasien yang senang ngobrol, bahwa ia lagi sakit jantung.

Ngobrol dengan teman (Sumber: photolibrary.com)
Ngobrol dengan teman (Sumber: photolibrary.com)
Meskipun mengaku sakit jantung, gaya bicaranya terdengar bangga. Itu karena ia suka makan enak yang banyak mengandung kolesterol, katanya, sambil membanggakan sejumlah tempat makan kelas atas yang sering disinggahinya. 

Ia betul-betul menikmati bila ada orang lain jadi pendengar yang baik. Jadi tujuannya bertanya di awal hanya sebagai "pintu masuk" agar ia setelah itu bisa mendominasi pembicaraan.

Padahal, bisa jadi si pendengar yang baik itu sudah mau muntah mendengar celoteh orang yang baru dikenalnya, yang sambung bersambung tanpa ada tanda-tanda akan diakhiri. Maka si pendiam pun karena merasa terganggu, pura-pura mau ke toilet.

Sebetulnya, bila memang bertujuan untuk membangun sebuah obrolan yang sehat, ada baiknya si suka ngomong agak sedikit ngerem keinginannya, dan mendorong si pendiam untuk lebih banyak bercerita. Caranya, dengan sopan melanjutkan beberapa pertanyaan lagi, sebagai kembangan dari pertanyaan pertama.

Sangat relevan kalau topik obrolan di ruang tunggu dokter adalah soal kesehatan atau soal penyakit masing-masing. Tapi sekali lagi, diskusi yang sehat bersifat take and give, saling berbagi pengalaman, saling bercerita dan juga saling mendengar, secara bergantian.

Setelah itu, bila pembicaraan terasa sudah menyatu frekuensinya, obrolan bisa berganti topik ke masalah keluarga, pekerjaan, hobi, dan sebagainya. Toh, seperti yang telah disinggung di atas, pada dasarnya setiap orang senang membicarakan dirinya sendiri. Hanya ada yang harus dipancing dulu, ada yang langsung bercerita tanpa ditanya.

Justru jangan heran bila dari orang yang awalnya terkesan pendiam, setelah ia mau berbicara, banyak hal bermanfaat yang bisa dipetik lawan bicaranya. Sedangkan yang mengumbar pembicaraan, bisa-bisa dinilai sebagai orang yang arogan, sehingga hikmah yang diambil oleh lawan bicaranya adalah tidak akan meniru hal yang sama.

Pola obrolan yang lebih berimbang itu layak pula diterapkan di kantor dalam sebuah grup diskusi. Jangan biarkan ada seseorang yang terlalu mendominasi diskusi dan membiarkan beberapa anggota lain yang hanya mendengar atau malah bengong. Jika yang terjadi seperti itu, alamat kerjasama kelompok tidak akan terbangun secara baik. 

Di situlah sebaiknya dalam sebuah diskusi kelompok, meskipun bersifat informal, ada seseorang yang mampu bertindak sebagai moderator. Tugasnya adalah mengatur lalu lintas diskusi dengan menghentikan anggota yang berbicara terlalu panjang, dan memberikan kesempatan kepada anggota yang terlihat enggan atau sungkan berbicara.

Orang yang pendiam, bila ditanya, rasa percaya dirinya akan muncul, karena menyadari bahwa ia dihargai dan pendapatnya ternayata dibutuhkan juga. Taktik bertanya agar seseorang bercerita tentang dirinya atau pendapatnya tentang sesuatu hal, diterapkan pula oleh staf pemasaran yang baik, dalam rangka menggali keinginan pelanggan atau calon pelanggan.

Demikian pula pelobi yang baik, pasti memahami bahwa pada dasarnya semua orang senang menceritakan dirinya sendiri. Maka sebelum masuk ke topik utama, pelobi akan memancing orang yang dilobinya untuk lebih banyak bercerita. Jika yang dilobi sudah merasa dihargai dan ceritanya didengarkan dengan penuh antusias, pelobi akan mudah menggiring ke skenario yang diinginkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun