Contoh lain adalah apa yang dialami seorang teman saya yang tinggal di Depok, Jawa Barat. Ketika masih aktif sebagai pegawai negeri dengan jabatan eselon IV di Pemda DKI Jakarta, ia terlihat bangga karena bisa membeli tanah seluas 600 meter persegi, dan kemudian membangun rumah satu lantai seluas sekitar 200 meter persegi.
Kemudian ketika si teman mulai pensiun sejak 2018 lalu, ia mengeluh dan sungguh merasa rumah besar sudah membebaninya. Kebetulan ia juga tidak punya ART, sehingga taman di halaman rumahnya tidak lagi terawat. Bahkan karena uang pensiun bulanan yang relatif kecil, untuk sekadar memperbaiki plafon rumah yang bocor pun, ia mengalami kesulitan.
Kalau saja teman saya itu tidak menghabiskan semua tabungannya untuk membangun rumah besar, barangkali sekarang ia masih punya tabungan sehingga tidak terlalu mengandalkan uang pensiun bulanan saja.
Saya jadi teringat dengan berita tentang para pensiunan pejabat yang punya rumah di daerah elit Menteng, tapi terpaksa minta keringanan ke Pemda DKI Jakarta, agar tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) di sana, karena tidak kuat membayarnya.
Kesimpulannya, jika kita punya uang dan mampu membangun rumah luas, sebaiknya juga dipertimbangkan tentang pemanfaatan dan perawatannya. Renungkan baik-baik, betulkah kita membutuhkannya atau sekadar ingin kepuasan dan kebanggaan saja? Bukankah semua itu titipan Tuhan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H